Beban Pembuktian
Berdasarkan tata kerja Sentra Gakkumdu, permasalahan yang selama ini menjadi beban Bawaslu yaitu terkait dengan beban pembuktian, sekurang-kurangnya dua (2) alat bukti, maka banyak laporan yang tidak diproses karena alat bukti dan saksi-saksi tidak lengkap, karena keterbatasan wewenang Bawaslu.
Jauh berbeda halnya jika dibandingkan dengan kewenangan KPK dalam pembuktian TIPIKOR. Terkait menghadirkan pelapor dan saksi misalnya, Bawaslu tidak memiliki kewenangan melakukan pemanggilan paksa terhadap pelapor, terlapor dan saksi untuk dimintai keterangan.
Terkait tidak memiliki kewenangan untuk menggeledah dan menyita barang bukti. Bawaslu tidak memiliki kewenangan untuk menggeledah tempat dan/atau badan, dan tidak memiliki kewenangan untuk menyita alat bukti yang ada di tangan pelapor, terlapor atau saksi.
Dengan waktu penanganan tindak pidana pemilu yang amat singkat, birokrasi penanganan tindak pidana pemilu mesti didesain lebih sederhana. Di mana, keterlibatan polisi dan jaksa tidak lagi ditempatkan secara terpisah dari proses pengawasan pemilu yang dilakukan pengawas pemilu. Dalam konteks ini, polisi dan jaksa harus didesain berada dalam satu kesatuan lembaga pengawas pemilu dalam menegakkan hukum pidana pemilu.
Dalam konteks ini, mengubah desain kelembagaan pengawas pemilu dengan memasukkan unsur polisi dan jaksa secara ex officio merupakan salah satu cara untuk memotong panjangnya rangkaian birokrasi penangan perkara tindak pidana pemilu.
Dengan cara itu, semua tindakan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan tindak pidana pemilu akan berada di bawah satu komando. Sehingga penegakan hukum pidana pemilu dapat dituntaskan dalam waktu yang sangat singkat dan berjalan lebih baik.
Pembuktian Tindak Pidana Pemilu
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 dan UU Nomor 10 Tahun 2016 tidak mengatur secara khusus ikhwal pembuktian dalam perkara tindak pidana pemilu. Dalam arti, tidak terdapat ketentuan yang memberikan karakter tersendiri dalam pembuktian tindak pidana pemilu.
Ketiadaan pengaturan pembuktian tindak pidana pemilu berkonsekuensi terhadap tunduknya rezim pembuktian tindak pidana pemilu pada sistem pembuktian dalam KUHAP. Hal itu didasarkan pada ketentuan Pasal 481 ayat (1) yang menyatakan, Pengadilan negeri dalam memeriksa, mengadili, dan memutus perkara tindak pidana Pemilu menggunakan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang ini.
Ketentuan tersebut mengisyaratkan bahwa pembuktian tindak pidana pemilu/pemilihan sepenuhnya mengikuti apa yang diatur dalam KUHAP.
Bawaslu dalam konteks Sentra Gakkumdu diberi kewenangan Terkait dengan beban pembuktian, yaitu tersedianya ruang pembuktikan yang lebih luas. (Belajar dari kewenangan KPK dalam pembuktian TIPIKOR). Terkait menghadirkan pelapor dan saksi, Bawaslu dalam konteks Sentra Gakkumdu diberi kewenangan melakukan pemanggilan paksa terhadap pelapor, terlapor dan saksi untuk dimintai keterangan.
Bawaslu diberi kewenangan untuk menggeledah dan menyita barang bukti. Bawaslu diberi kewenangan untuk menggeledah tempat dan/atau badan, dan tidak memiliki kewenangan untuk menyita alat bukti yang ada di tangan pelapor, terlapor atau saksi.
Klik halaman berikutnya…