Oleh: Rachma Intan Natasya, Program Alih Jenjang Akuntansi, Universitas Al-Azhar Indonesia
Jakarta, suaranusantara.co – Wa’ad secara terminologi adalah janji, sedangkan Wa’id merupakan ancaman. Sedangkan menurut pendapat para ulama Wa’ad merupakan sebuah pernyataan yang terlontar melakukan atau tidak melakukan dari segi norma dijanjikan (pada sesuatu ber kategori baik) yang dilakukan pada masa yang akan datang. Secara Harfiah Wa’ad adalah kesanggupan pihak/orang tertentu untuk melakukan dan/atau tidak melakukan perbuatan tertentu. Wa’ad berbeda dengan akad, karena dalam akad menimbulkan hak dan kewajiban belum tercapai tujuan.
Secara alamiah akad akan efektif apabila rukun dan syarat terpenuhi sedangkan hal tersebut tidak berlaku pada Wa’ad, Dalam akad sudah terjadi muwafadhoh (Kerja sama antara dua orang atau lebih, dimana setiap pihak memberikan kontribusi yang sama, baik berupa dana, tenaga dan keahlian) namun wa’ad tidak.
Dalam Al-Quran sendiri Wa’ad Al ‘ahd disebutkan beberapa kali pada surat Al-Baqarah : 77
۞ لَّيْسَ ٱلْبِرَّ أَن تُوَلُّوا۟ وُجُوهَكُمْ قِبَلَ ٱلْمَشْرِقِ وَٱلْمَغْرِبِ وَلَٰكِنَّ ٱلْبِرَّ مَنْ ءَامَنَ بِٱللَّهِ وَٱلْيَوْمِ ٱلْءَاخِرِ وَٱلْمَلَٰٓئِكَةِ وَٱلْكِتَٰبِ وَٱلنَّبِيِّۦنَ وَءَاتَى ٱلْمَالَ عَلَىٰ حُبِّهِۦ ذَوِى ٱلْقُرْبَىٰ وَٱلْيَتَٰمَىٰ وَٱلْمَسَٰكِينَ وَٱبْنَ ٱلسَّبِيلِ وَٱلسَّآئِلِينَ وَفِى ٱلرِّقَابِ وَأَقَامَ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتَى ٱلزَّكَوٰةَ وَٱلْمُوفُونَ بِعَهْدِهِمْ إِذَا عَٰهَدُوا۟ ۖ وَٱلصَّٰبِرِينَ فِى ٱلْبَأْسَآءِ وَٱلضَّرَّآءِ وَحِينَ
Artinya: “Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.”
Tafsir Al-Muyassar
Yang merupakan kebajikan di sisi Allah Ta’ala itu dengan menghadap ke arah timur dan barat di dalam sholat, bila tidak berdasarkan perintah Allah dan syariat-Nya. Akan tetapi kebajikan yang sepenuhnya adalah perbuatan orang yang beriman kepada Allah dan mengimani-Nya sebagai Tuhan yang berhak disembah tanpa menyekutukan sesuatu dengan-Nya, dan beriman kepada hari kebangkitan dan pembalasan, dan kepada seluruh malaikat, dan kepada semua kitab-kitab yang diturunkan, dan beriman kepada seluruh Nabi tanpa membeda-bedakan. Dan memberikan hartanya secara sukarela (meskipun sangat besar kecintaannya pada harta tersebut) kepada kaum kerabat, anak-anak yatim yang membutuhkan bantuan yang telah di tinggal mati oleh ayah-ayah mereka ketika mereka belum mencapai usia baligh, dan kepada orang-orang miskin yang tidak memiliki sesuatu yang mencukupi dan menutupi kebutuhan mereka, dan kepada orang-orang musafir yang terlilit kebutuhan yang jauh dari keluarga dan hartanya,
Juga kepada mereka para peminta-minta yang terpaksa meminta-minta karena keterdesakan kebutuhan mereka, dan mengeluarkan hartanya dalam membebaskan budak dan tawanan, mendirikan shalat, dan membayar zakat yang wajib, dan orang-orang yang menepati janji janji, dan orang-orang yang bersabar dalam kondisi kemiskinan dan sakit mereka,dan dalam peperangan yang berkecamuk keras. Maka orang-orang yang berkarakter demikian itulah orang-orang yang benar dalam keimanan mereka, dan mereka itulah orang-orang yang takut terhadap siksaan Allah sehingga mereka menjauhi perbuatan maksiat-maksiat kepada Nya. (Tafsir Al-Muyassar, Kementerian Agama Saudi Arabia)
Selanjutnya dalam surat Al Ra’d, 20, Allah SWT berfirman sebagai berikut:
ٱلَّذِينَ يُوفُونَ بِعَهْدِ ٱللَّهِ وَلَا يَنقُضُونَ ٱلْمِيثَٰقَ
Artinya: “(yaitu) orang-orang yang memenuhi janji Allah dan tidak merusak perjanjian,”
Apakah orang yang mengetahui bahwa apa yang datang kepadamu (wahai rasul), dari sisi Allah merupakan kebenaran, lalu mengimaninya, sama seperti orang buta yang tidak dapat melihat kebenaran yang dia tidak Imani? sesungguhnya orang-orang yang dapat mengambil pelajaran hanyalah orang-orang yang berakal lurus. Yaitu orang-orang yang memenuhi perjanjian dengan Allah yang telah diperintahkan-Nya kepada mereka, dan tidak membatalkan perjanjian teguh yang telah mereka kukuhkan kepada Allah. (Tafsir Al-Muyassar, Kementerian Agama Saudi Arabia)
Implementasi Wa’ad
Ani melihat baju di butik Tini. Ani menyukai salah satu baju di toko tersebut dan meminta tolong kepada pegawai toko agar baju tersebut disimpankan terlebih dahulu (di keep) agar tidak dibeli oleh orang lain sembari Ani melihat-lihat baju di toko yang lain. Ani berjanji apabila tidak ada baju dengan motif dan harga yang lebih murah untuk baju tersebut di toko lain maka Ani akan membeli di butik Tini. Janji ini bersifat penyampaian suatu keinginan dan tidak mengikat secara hukum namun hanya mengikat secara moral. (Red.SN)