Manggarai, Suranusantara.co – Desa Wae Rebo memiliki rumat adat Mbaru Ngiang yang langka dan unik. Bahkan UNESCO memberikan penghargaan di bidang konservasi, dan filosofi bangunan rumah yang luhur dan tinggi yang selalu berjumlah 7, serta kehidupan masyarakatnya yang menarik.
Warga desa Wae Rebo tinggal di rumah adat Mbaru Ngiang, yang memiliki ruang terbuka dengan luas kurang lebih setengah dari luas total Mbaru Ngiang. Ruang ini disebut lutur dan merupakan ruangan multifungsi. Di ruangan inilah, warga menerima tamu, dan sebagai tempat bagi para penghuni rumah, khususnya laki-laki, untuk bersosialisas. Ruangan juga berfungsi sebagai tempat tidur untuk kaum laki-laki yang sudah dewasa.
Masing-masing keluarga memiliki 5 ruang tidur. Satu rumah Wae Rebo dapat di huni oleh 5 hingga 6 keluarga, dengan jumlah sekitar 15 hingga 20 orang. Kamar-kamar warga desa menghadap ke dapur yang memiliki sebuah tungku berukuran besar. Posisi dapur warga berada di tengah-tengah. Yang unik, meski ada yang sedang memasak dan banyak asap yang mengepul dari tungku, namun nafas tidak terasa sesak. Ternyata hal ini karena pada bagian rumah terdapat sela-sela kecil di antara struktur atap yang membuat asap bisa menyelinap keluar dari rumah, dan di yakini dapat mengawetkan struktur bangunan.
Hidup rukun bersama-sama
Masing-masing rumah ditempati bersama-sama oleh para warga bersama keluarga. Mereka sedemikian rupa mengatur penyimpanan barang milik masing-masing di loteng, yang disebut lobo, dan ada pembagian penempatannya. Warga menggunakan dapur untuk memasak bersama. Mereka mengatur perlengkapan dan alat memasak di lemari penyimpanan masing-masing. Namun ada pula peralatan masak yang mereka gunakan secara bersama. Warga desa Wai Rebo memiliki budaya memasak bersama karena hanya ada satu dapur. Semua makanan di makan bersama, meskipun ada juga masakan yang memang di masak hanya untuk keluarga sendiri.
Yang luar biasanya lagi, meskipun mereka memasak bersama-sama, tidak pernah ada yang saling berebut makanan ataupun barang. Masing-masing sudah mengetahui, mana yang milik mereka sendiri, mana yang milik orang lain, dan milik bersama.
Meski letaknya terpencil, namun penduduk Wae Rebo sangat ramah terhadap pendatang. Mereka selalu mengadakan upacara penyambutan Waelu setiap ada yang datang, dan menganggap tamu sebagai penduduk asli Wae Rebo yang sedang pulang kampung. Tamu yang datangpun boleh menginap atau bermalam di salah satu Mbaru Niang. Acara makan di lakukan bersama-sama antara tamu dengan penduduk setempat. Berkat keramahan penduduk dan keaslian adat-istiadatnya yang luhur, tak heran jika Desa Wae Rebo dinobatkan oleh UNESCO sebagai Warisan Budaya Dunia. (Red/SN | Redaksi: Alex Madji)