Suaranusantara.co, Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum (LKBH) di lingkungan perguruan tinggi secara umum dibentuk sebagai wadah pengabdian masyarakat, sebagaimana dikutip dari laman situs resmi Fakultas Hukum di salah satu universitas di Jakarta, yang mempublikasikan bahwa LKBH merupakan suatu wadah penunjang Tridharma Perguruan Tinggi, yakni pengabdian kepada masyarakat.
Tertulis juga di laman yang sama, bahwa LKBH memiliki dua tugas utama yaitu konsultasi hukum dan pendampingan hukum. LKBH dalam membantu klien tidak memungut biaya dan dengan sukarela. Sebagai salah satu Lembaga pengabdian kepada masyarakat LKBH memberikan pelayanan hukum baik litigasi maupun penyuluhan kepada masyarakat. Pada bagian Misi pun tertulis, LBKH ini juga sebagai wadah agar masyarakat dapat berkonsultasi dengan Lembaga yang baik dan berkualitas sehingga tidak terjadi kesalahan.
Praktik Bantuan Hukum
Pada praktiknya, Dewi (nama samaran) datang untuk mengajukan permohonan Bantuan Hukum, dan awalnya disambut dengan baik bahkan pihak LKBH menyatakan kesanggupannya untuk memberikan bantuan hukum non litigasi sesuai permohonan.
Seiring berjalannya waktu, Dewi tidak kunjung mendapatkan solusi hukum yang kongkrit sejak setelah menandatangani surat kuasa. Padahal pada bukti surat kuasa yang diperlihatkan kepada redaksi terlihat daftar nama 11 Advokat yang menandatanganinya. Tapi hingga hampir 6 bulan bolak-bolak ke LKBH tersebut, bantuan hukum yang diperolehnya hingga saat ini baru bersifat korespondensi administratif saja.
“Terakhir saya menerima keterangan bahwa somasi ke-2 sudah dikirim tapi tidak sampai. Saya bertanya melalui pesan WA, “Lalu bgmn”, tapi tidak ada respon. Maksud saya, dari sejak awal, saya sudah mengatakan bahwa yang saya mohon adalah mediasi, bukan litigasi” ungkapnya.
“Arahan yang disampaikan antara pengacara yang satu berbeda dengan pengacara yang lain. Pengacara (RG) mengarahkan litigasi, sedangkan Pengacara kedua (RN) mengarahkan penyelesaian lewat jalur mediasi,” lanjutnya.
“Saya setuju dengan arahan Pengacara RN ini. Tapi ketika saya kembali ke LKBH untuk menjelaskan adanya peluang mediasi, saya tidak ketemu. Saya malah berhadapan lagi dengan Pengacara RG, yang menjelaskan bahwa apa yang saya sampaikan bukan suatu hal yang mungkin untuk dilakukan, dan muara penyelesaiannya adalah Gugatan ke pengadilan (perdata), yang apabila putusan pengadilannya nanti tidak dipatuhi oleh Tergugat, saya bisa melaporkannya ke polisi (pidana). Sementara yang saya harapkan adalah mediasi (non litigasi),” lanjutnya.
Pengacara RG bahkan pernah menyarankan agar menemui Lurah. Setelah ditemui, Lurah setempat malah balik bertanya dengan heran, karena Dewi datang sendiri tanpa pendampingan hukum dari kuasa hukum padahal ia sudah tanda tangan surat kuasa.
“Pengacaranya kemana?” katanya menirukan ucapan Lurah tersebut.
“Bahkan Pengacara RG sempat mengatakan kalau saya mau cabut surat kuasa silakan. Padahal belum ada tindakan apa-apa saat itu. Saya sudah memberikan kuasa, lalu sebagai penerima kuasa, seharusnya bagaimana? Upaya bantuan hukum apa yang seharusnya dilakukan?”
Apa itu Bantuan Hukum?
Bantuan Hukum diberikan kepada Penerima Bantuan Hukum yang menghadapi masalah hukum yang meliputi masalah hukum keperdataan, pidana, dan tata usaha negara baik litigasi maupun non llitigasi. Pemberian bantuan hukum meliputi menjalankan kuasa, mendampingi, mewakili, membela, dan/atau melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan hukum Penerima Bantuan Hukum agar bisa mendapatkan hak-haknya.
Menurut UU No. 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum, pengertian bantuan hukum adalah jasa hukum yang diberikan oleh Pemberi Bantuan Hukum secara cuma-cuma kepada Penerima Bantuan Hukum. Bantuan hukum diselenggarakan degan tujuan untuk menjamin dan memenuhi hak masyarakat atau kelompok masyarakat untuk mendapatkan akses keadilan demi mewujudkan hak konstitusional semua warga negara sesuai dengan prinsip persamaan kedudukan di dalam hukum.
Bantuan Hukum diberikan kepada Penerima Bantuan Hukum yang menghadapi masalah hukum yang meliputi masalah hukum keperdataan, pidana, dan tata usaha negara baik litigasi maupun non llitigasi. Pemberian bantuan hukum meliputi menjalankan kuasa, mendampingi, mewakili, membela, dan/atau melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan hukum Penerima Bantuan Hukum.
Hak dan Kewajiban Pemberi Bantuan Hukum
- Melakukan rekrutmen terhadap advokat, paralegal, dosen, dan mahasiswa fakultas hukum
- Melakukan pelayanan Bantuan Hukum
- Menyelenggarakan penyuluhan hukum, konsultasi hukum, dan program kegiatan lain yang berkaitan dengan penyelenggaraan Bantuan Hukum
- Menerima anggaran dari negara untuk melaksanakan Bantuan Hukum berdasarkan Undang-Undang ini
- Mengeluarkan pendapat atau pernyataan dalam membela perkara yang menjadi tanggung jawabnya di dalam sidang pengadilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
- Mendapatkan informasi dan data lain dari pemerintah ataupun instansi lain, untuk kepentingan pembelaan perkara; dan
- Mendapatkan jaminan perlindungan hukum, keamanan, dan keselamatan selama menjalankan pemberian Bantuan Hukum.
Hak dan Kewajiban Penerima Bantuan Hukum
- Mendapatkan Bantuan Hukum hingga masalah hukumnya selesai dan/atau perkaranya telah mempunyai kekuatan hukum tetap, selama Penerima Bantuan Hukum yang bersangkutan tidak mencabut surat kuasa;
- Mendapatkan Bantuan Hukum sesuai dengan Standar Bantuan Hukum dan/atau Kode Etik Advokat
- Mendapatkan informasi dan dokumen yang berkaitan dengan pelaksanaan pemberian Bantuan Hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
- Menyampaikan bukti, informasi, dan/atau keterangan perkara secara benar kepada Pemberi Bantuan Hukum
- Membantu kelancaran pemberian Bantuan Hukum
Dewi adalah satu dari sekian warga masyarakat yang mengharapkan agar masalah dengan anggota keluarga yang sedang dihadapinya dapat diselesaikan dengan bantuan praktisi hukum, karena beberapa rekan, tetangga dan kerabatnya sudah berusaha membantu, namun kendala mereka adalah pemahaman tentang hukum.
Sungguh amat disayangkan tujuan mulia bahwa LKBH merupakan suatu wadah penunjang Tridharma Perguruan Tinggi yakni pengabdian kepada masyarakat tersebut, jika ternyata tidak sesuai dengan dengan fakta ketika dipraktikkan di lapangan.