Jakarta, Suaranusantara.co – Church Corruption Watch melaporkan bahwa telah terjadi penyalahgunaan aset dan dana di Gereja Masehi Adven Hari Ketujuh (GMAHK) di Indonesia. Kasus mega korupsi miliaran rupiah terjadi di tiga tempat, yakni Jakarta, Bandung, dan Papua. Lukaman Harahap dan Denis Tillon, pimpinan Church Corruption Watch, menyampaikan bahwa selain korupsi, GMAHK Indonesia hadapi kasus lainnya, seperti penyalahgunaan dana dan aset yang tidak sesuai dengan aturan organisasi, kasus etika moral, dan lain sebagainya.
Terkait korupsi, berdasarkan pesan yang diterima Suara Nusantara, Rabu (14/7///2021) di tubuh GMAHK telah terjadi penyalahgunaan dana mencapai puluhan miliaran rupiah.
Kasus Hibah Tanah di Jln Thamrin 22, Jakpus
Tanah milik GMAHK di Jln. Thamrin 22, Jakarta Pusat ini berada di tengah kawasan elite Jakarta. Luasnya sebesar 4.169M2 dengan Tanda Mendirikan Izin Bangunan (TMIB) pada tanggal 5 Februari 1962.
Namun kemudian, berdasarkan tata kota, letak bangunan tempat ibadah tersebut kurang menguntungkan. Sehingga dibuatlah restorasi area itu secara ruislag (tukar-menukar).
PT Truly Kencana mendapat kepercayaan dari Pemerintah Daerah (Pemda) DKI Jakarta untuk mengelola lokasi tersebut.
Sebagai kompensasi GMAHK akan mendapatkan tanah di Jln MT Haryono, Jakarta Selatan, berupa dua kavling seluas 7.210 M2 dan bangunan 5 lantai seluas 5000 M2. Selain itu ada dana tambahan dari perusahaan sebesar Rp 16,5 Miliar. Perjanjian ruislag itu di sahkan di hadapan notaris, tertanggal 4 Desember 1989, antara PT Truly dengan Pimpinan Pusat GMAHK (PP GMAHK).
Dalam perjalanan waktu, uang hasil kompensasi itu tidak jelas peruntukkannya. Berdasarkan temuan Church Corruption Wathc, uang tersebut masuk dan di pergunakan untuk kepentingan pribadi. Atau bukan untuk hal-hal umum keagamaan.
Pencucian Uang di Bandung
Church Corruption Watch juga menemukan bahwa telah terjadi pencucian uang dalam transaksi jual beli tanah AECS (Adventist English Conversation School) Jatinangor, Bandung. Dalam kasus tersebut di duga terjadi penggelapan dana sebesar Rp11 miliar.
Kasus tanah 1080 M2 di Jatinangor tersebut melibatkan Sekretaris dan Bendaharanya. Yakni Pdt Marolop Sagala dan Bendahara Edu Siagian. Keduanya di duga telah mengkondisikan agar transaksi ganti rugi tanah tersebut menguntungkan keduanya secara pribadi. Padahal uang tersebut merupakan milik yayasan di bawah naungan GMAHK
Selain itu, Pdt Marolop Sagala di duga juga melakukan perzinahan dengan beberapa perempuan. Kasus ini meresahkan banyak umat GMAHK dari berbagai wilayah. Kasus ini pun belum pernah di proses secara hukum.
Korupsi di Papua
Umat di GMAHK Uni Konferens Indonesia Kawasan Timur (UIKT) Papua juga sedang mengalami masa krisis. Umat di sana sudah menyurati pimpinan GMAHK di Manila, Filipina dan Amerika Serikat untuk melaporkan kasus korupsi yang sedang terjadi di sana. Selain itu, umat di sana juga menyampaikan mosi tidak percaya terhadap pimpinan mereka. Di duga dana bantuan pemerintah selama 4 tahun (2016-2020) sebesar Rp17 miliar telah di gelapkan oleh beberapa pihak. Kasus ini sedang di proses oleh kejaksanaan setempat.