Jakarta, Suaranusantara.co – Pusat Studi Hukum Maritim (PSHM) Ikatan Alumni Fakultas Hukum (IKAFH) Universitas Diponegoro (Undip) menilai arah kebijakan hukum perdagangan internasional bangsa ini belum tegas. Konsistensi regulasi mulai dari tingkat perjanjian internasional sampai ketentuan pelaksana di tingkat Peraturan Menteri (Permen) juga masih lemah.
“Banyak ditemukan ketentuan pada level Permen yang inkonsisten dengan ketentuan free trade agreement. Kami meminta pemerintah tegas menentukan arah kebijakan hukum internasional,” kata Ketua PSHM IKAFH Undip, Bama Djokonugroho di Jakarta, Jumat, 13 Juni 2025.
Ia berharap agar dalam menghadapi perdagangan internasional, pemerintah harus mengambil posisi dan menentukan arah kebijakan perdagangan yang tegas. Pemerintah tidak perlu gegabah dan terpengaruh tekanan serta dinamika global seperti perang tarif.
“Ini penting agar pelaku usaha dapat menentukan strategi pengembangan bisnis dan memiliki kepastian hukum dalam menjalankan aktivitas bisnisnya,” tegas Bama.
Ia memberi contoh dalam menghadapi tarif resiprokal dari Amerika Serikat (AS), tim negosiasi Indonesia terkesan mengambil posisi lemah dan cenderung mengakomodir tuntutan dari AS. Posisi yang lemah ini berujung perubahaan berbagai kebijakan impor seperti Persetujuan Teknis (Pertek), Rekomendasi Impor, dan lain-lain.
“Kebijakan perdagangan yang inkonsisten menjadi salah satu hambatan struktural perdagangan,” ungkap Bama.

Menurutnya, kebijakan yang berubah-ubah membingungkan pelaku usaha dan menimbulkan inkonsistensi dalam penerapan di lapangan. Kondisi itu mengganggu aktivitas perdagangan dan menyulitkan proses kepatuhan, baik pada tahapan pembuatan perjanjian bisnis maupun pada proses pelaksanaan ekspor dan impor.
Bama juga mengusulkan agar ada pembaruan hukum maritim di Indonesia supaya lebih responsif terhadap tantangan maritim masa kini.
Alasannya, data International Maritime Organization (IMO) menyebutkan, lebih dari 80 persen pengiriman barang dalam perdagangan global dilakukan melalui laut.
“Pengaturan hukum di bidang kelautan memiliki peranan yang vital untuk mendukung kelancaran kegiatan perdagangan dan perkembangan industri martim,” ujar Bama.
Masalah pembaruan hukum maritim sudah sempat disampaikan PSHM IKAFH Undip dalam acara Indonesia Maritime Week 2025 pada Mei 2025. Acara ini merupakan ajang maritim terbesar dan paling bergengsi di Indonesia.
Indonesia Maritime Week 2025 menjadi wadah strategis memamerkan dan memajukan industri maritim nasional di panggung global. Kegiatan ini mempertemukan para pemimpin industri maritim terkemuka, tokoh bisnis berpengaruh, pembuat kebijakan, dan inovator dari seluruh Asia.