MANGGARAI, Suaranusantara.co – Akhirnya, ‘Mbaru Gendang’ (Rumah Adat) Kampung Wela diresmikan. Peresmian melalui upacara adat “Songko Lokap”, yang dimulai tanggal 3 Juli 2023 dan puncaknya 6 Juli 2023. Secara harfiah, Songko Lokap diartikan sebagai pembersihan sampah-sampah, “lokap” (papan paling luar) atau sisa-sisa bekas pembangunan rumah. Dengan adanya acara ini maka seluruh rangkaian pembangunan Mbaru Gendang telah selesai. Selanjutnya tinggal ditempati.
Peresmian sangat meriah. Dimeriahkan pentas tari Caci yang digelar selama dua hari. Kemudian ada rangkaian pentas lagu Sanda dan Mbata. Alunan lagu-lagu adat Manggarai tersebut membuat hikmat dan semarak kegiatan Songko Lokap. Lalu ada misa (kebaktian) Penti yang dibawakan dalam Bahasa Manggarai.
Riuh-rendah yang hadir juga menambah gempita dan ramai acara Songko Lokap. “Meka Landang” (tamu/lawan tanding Caci) didatangkan dari kampung Denge, Satar Mese. Yang menonton datang dari berbagai kampung. Juga warga Wela Diaspora (perantau) ikut pulang kampung yang datang dari berbagai pelosok di tanah air. Maka semarak pesta Songko Lokap benar-benar gemuruh, riuh dan agung.
Sebenarnya, peresmian Mbaru Gendang Wela yang berada di Desa Persiapan Bangka Wela, Kecamatan Ruteng, Kabupaten Manggarai, Provinsi Nusa Tenggara Timur ini, telah dilakukan bulan Juli 2020 lalu. Serangkaian persiapan sudah dilakukan saat itu. Kegiatan pengumpulan dana juga sudah mulai dilakukan. Namun terpaksa ditunda karena pada Maret 2020, Indonesia diserang wabah Covid 19. Wabah itu menakutkan, tidak hanya bagi masyarakat Indonesia tetapi juga seluruh dunia.
Akibat wabah itu, semua orang dipaksa tinggal dalam rumah, kerja harus online atau work from house (WFH). Kemudian masyarakat dilarang berkumpul dan bersalaman. Jika ada yang bepergian, harus selalu melakukan gerakan 3M yaitu mencuci tangan, pakai masker dan menjaga jarak. Namun setelah hampir tiga tahun ditunda, akhirnya Pang Olo, Ngaung Musi (seluruh warga) Kampung Wela sepakat melaksanakan peresmian pada Juli 2023 ini.
Dua Lantai
Mbaru Gendang yang diresmikan terdiri atas dua lantai. Lantai dua merupakan lantai utama. Digunakan khusus sebagai tempat acara adat. Lantai dua ini telah dibangun tahun 2018 lalu. Sementara lantai satu atau lantai dasar dipakai sebagai tempat tinggal. Jika sebelumnya penghuni Mbaru Gendang tinggal di lantai dua maka mulai sekarang, penghuni Mbaru Gendang menetap di lantai satu. Lantai satu ini baru dibangun tahun 2023 ini.
Mengapa dua lantai? Belajar dari pengalaman Mbaru Gendang sebelumnya yang hanya satu lantai, terasa sumpek, sempit, jorok, kotor dan pengap. Hal itu karena didalamnya dipakai sebagai tempat tinggal, sekaligus tempat acara adat. Dengan jumlah penghuni yang terus bertambah, Mbaru Gendang lama dirasa tidak layak lagi dipakai untuk acara adat.
Ditambah lagi, Mbaru Gendang lama memang sudah tua, berusia sekitar 50 tahun. Kayu-kayu penopangnya sudah keropos. Bahkan sudah ada yang patah. Dapur pun sudah tidak layak dipakai. Seng penutup atap banyak yang bocor. Papan penutup dinding sudah banyak yang pecah.
Maka dalam pembangunan Mbaru Gendang baru, diputuskan dibangun dua lantai. Dengan model Mbaru Gendang dua lantai, diyakini akan tetap bersih, nyaman, dan awet. Mereka yang tinggal di Mbaru Gendang juga akan leluasa dan sehat karena kondisi Mbaru Gendang yang layak huni.
Apakah lazim? Memang ini tidak lazim. Mbaru Gendang Wela mungkin yang pertama memiliki dua lantai. Belum ada Mbaru Gendang kampung lain di Manggarai Raya yang memakai model seperti Mbaru Gendang Wela. Ini bukan melawan adat atau kelaziman. Tetapi pembangunan dua lantai hanya mempertimbangkan alasan-alasan seperti dikemukakan di atas.
Menggunakan APBN
Proses pembangunan Mbaru Gendang ini cukup panjang, melelahkan dan banyak perjuangan. Dimulai dari keprihatinan terhadap kondisi Mbaru Gendang lama yang sudah tua dan tidak layak huni. Wacana untuk membangun Mbaru Gendang baru pun dimulai sekitar tahun 2010-an. Mulai dari rapat-rapat informal, terutama yang tinggal di Mbaru Gendang.
Mimpi waktu itu adalah membangun Mbaru Gendang baru yang ‘mewah”, megah dan kokoh. Tetapi kesulitan terjadi adalah dari mana dana untuk membangun Mbaru Gendang yang lebih baik dari sekarang. Mengandalkan partisipasi Pang Olo Ngaung Musi Kampung Wela rasanya tidak cukup. Apalagi jika hanya kumpul Rp 400.000 atau Rp 500.000 per Kepala Keluarga (KK). Paling tinggi dana yang terkumpul hanya Rp 100 juta sampai Rp 150 juta. Lalu dari mana mencari dana tambahannya?
Langkah awal adalah membuat proposal pencarian dana pembangunan Mbaru Gendang, sekitar tahun 2014. Proposal yang ada, dibagi ke beberapa tokoh yang dianggap mampu, terutama yang ada di kota-kota besar. Tapi hasilnya praktis tidak ada dana yang masuk. Maka rencana pembangunan Mbaru Gendang masih sebatas wacana.
Seiring perjalanan waktu, dicarilah berbagai program, baik dari pemerintah maupun swasta. Berbagai instansi pemerintah dan swasta di Jakarta didatangi, untuk menanyakan apakah ada program pembangunan rumah adat. Sekitar tahun 2016, saya bersama Bapak Adrianus Garu (saat itu masih menjabat anggota DPD RI) mendapatkan informasi bahwa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mempunyai program Revitalisasi Desa Adat. Program itu yang menyediakan dana untuk pembangunan rumah adat di seluruh Indonesia.
Kami kemudian terus memantau setiap informasi perkembangan program tersebut. Setelah bertemu dengan beberapa staf di Kemendikbud, didapatkan persyaratan mendapatkan dana itu yaitu harus melalui Desa Adat. Diberitahu pula bagaimana membentuk Desa Adat. Bahwa Desa Adat harus memiliki pengurus, berbadan hukum, memiliki NPWP, dan punya rekening bank atas nama Desa Adat.
Maka tahun 2017, saya pulang kampung dan mengumpulkan beberapa tokoh Kampung Wela. Saya minta mereka bentuk pengurus Desa Adat. Setelah pengurus terbentuk, dengan dana pribadi, saya bawa berkas yang ada ke notaris di Ruteng untuk disahkan secara hukum. Kemudian membuat NPWP dan rekening bank atas nama lembaga adat yang telah berbadan hukum.
Prosesnya bisa dibilang cepat dan agak terburu-buru karena mengejar program Revitalisasi Adat tahun APBN 2018. Beberapa orang di kampung Wela, saya minta melengkapi semua berkas yang dibutuhkan. Saya minta foto Mbaru Gendang lama apa adanya. Kemudian menceritakan kronologi singkat pembangunan Mbaru Gendang lama.
Dari Jakarta, saya juga berapa kali telepon almarhum Deno Kamelus (saat itu masih menjabat Bupati Manggarai). Saya minta Pak Deno mengeluarkan surat rekomendasi dari Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Manggarai bahwa Gendang Wela layak masuk program Revitalisasi Desa Adat. Karena salah satu persyaratan dalam pengajuan proposal adalah harus mendapat rekomendasi dari Pemda setempat. Almarhum Deno mendukung penuh permintaan tersebut dan langsung mengeluarkan surat rekomendasi. Dia lalu meminta agar Mbaru Gendang lain di Kabupaten Manggarai juga bisa masuk dalam program tersebut.
Akhir tahun 2017, saya menyerahkan proposal Mbaru Gendang Wela ke Kemendikbud. Saat itu, saya ikut membawa lebih dari 20 proposal Mbaru Gendang yang masuk lewat Andre Garu. Dari jumlah itu, ada tujuh Mbaru Gendang yang disetujui menerima program Revitalisasi Desa Adat, termasuk Gendang Wela.
Khusus Mbaru Gendang Wela, saya ‘pantau’ dan ‘kawal’ secara khusus. Saya harus memastikan Mbaru Gendang Wela termasuk salah satu yang menerima bantuan. Untuk memastikan itu, saya bertemu dengan beberapa pejabat di Kemendikbud. Bahkan pada satu hari, saya bertemu langsung Bapak Muhadjir Effendy (saat itu masih menjabat Menteri Pendidikan).
Kepada Bapak Muhadjir, saya titip proposal Mbaru Gendang Wela dan memohon agar Mbaru Gendang Wela mendapat bantuan. Maka pada tahun 2018, untuk pertama kalinya, Mbaru Gendang Wela mendapat bantuan dari dana APBN. Totalnya mencapai Rp 387 juta dari usulan dalam proposal yaitu Rp 400 juta.
Selain dana APBN dari Kemendikbud, Mbaru Gendang Wela juga mendapat bantuan dari Bank Indonesia lewat dana Corporate Social Responsibility (CSR) atau dana sosial sebesar Rp 17 juta. Kemudian Mbaru Gendang Wela juga mendapat bantuan dari Pemerintah Kabupaten Manggarai sebesar Rp 10 juta. Bantuan lain berasal dari dana hibah Koperasi Credit Union Wela Momang (CUWM) Rp 10 juta. Koperasi ini milik keluarga Wela yang tinggal di Jakarta.
Gendang Wela juga memiliki tabungan dana dari kegiatan pembagian tanah sebesar Rp 40 juta. Kemudian partisipasi Pang Olo Ngaung Musi Golo Wela mencapai lebih dari Rp 100 juta. Partisipasi Pang Ngaung termasuk dana sisa dari berbagai kegiatan sebelumnya di kampung ini. Partisipasi juga tidak hanya warga yang berada di Wela, tetapi juga dari warga Wela Diaspora seperti Labuan Bajo, Jakarta, Malang, Kalimantan, Papua, dan Sulawesi.
Lalu ada bantuan lain yang tidak berupa uang seperti beras, kopi, kayu api. Belum termasuk tenaga yang masuk dalam kerja gotong-royong. Maka diperkirakan, total pemasukan dana untuk pembangunan Mbaru Gendang dengan dua lantai ini lebih dari Rp 600 juta.
Dana-dana itu digunakan untuk keseluruhan pembangunan Mbaru Gendang ini. Penggunaan dana dimulai dari rapat-rapat pembongkaran Mbaru Gendang lama. Dilanjutkan kegiatan pembongkaran Mbaru Gendang lama. Kemudian kegiatan perataan tanah pembangunan Mbaru Gendang baru. Kegiatan lanjutannya adalah peletakan baru pertama. Dilanjutkan lagi kegiataan Wee Mbaru setelah selesai dibangun.
Pengeluaran yang paling besar misalnya untuk bayar tukang pembangunan lantai dua. Dana yang dikeluarkan mencapai Rp 120 juta. Pengeluaran besar lainnya membeli seng aluminium dengan kualitas unggul mencapai Rp 50 juta. Kemudian pengadaan balok, papan, kusen, paku, perlengkapan tukang, dan lain-lain, hampir mencapai Rp 300 juta.
Biaya besar lainnya adalah pembangunan lantai satu yang lebih dari Rp 50 juta. Kemudian pembangunan dapur lebih dari Rp 50 juta. Masih ada biaya pembangunan tembok penahan, pembelian pasir, semen, bata, tanah, dan lain-lain.
Biaya yang besar itu, terbayarkan dengan hadirnya Mbaru Gendang Wela yang megah, kokoh dan memiliki dua lantai. Jika Mbaru Gendang lama bisa bertahan hampir 50 tahun maka Mbaru Gendang baru ini ditargetkan bisa bertahan sampai 100 tahun kedepan.
Kerja besar ini, tidak lain adalah sebagai upaya menjaga dan merawat Mbaru Gendang yang menjadi pusat dan sentral kehidupan masyarakat Manggarai. Mbaru Gendang merupakan tempat, di mana segala proses pelaksanaan budaya dijalankan. Mbaru Gendang sebagai tempat awal sekaligus tempat akhir dari setiap kegiatan warga.
Seperti dalam Kitab Suci dinyatakan, ada awal dan akhir (alfa dan omega) maka dalam budaya Manggarai, Mbaru Gendang adalah awal untuk melakukan sesuatu. Setelah selesai pun harus diakhiri di Mbaru Gendang.
Itulah makna Mbaru Gendang bagi masyarakat Manggarai. Atas dasar kepercayaan itu, Pang Olo Ngaung Musi Kampung Wela rela berkorban membangun Mbaru Gendang hingga mencapai Rp 600 juta. Itu semata-mata demi kecintaan terhadap Mbaru Gendang.
Maka tidak salah juga warga kampung Wela berpesta dan bersuka-ria menyambut peresmian Mbaru Gendang ini. Acara Songko Lokap yang menghabiskan dana lebih dari Rp 100 juta ini adalah ungkapan syukur atas apa yang telah dilakukan.
Selamat kepada seluruh warga kampung Wela. Selamat menikmati Mbaru Gendang baru yang megah, kokoh dan unik. Semoga awet dan selalu rukun.
Oleh : Robertus Wardi