Majelis hakim menolak permintaan duplik yang diajukan penasihat hukum mantan Kapolda Sumatra Barat Irjen Teddy Minahasa Putra, Hotman Paris Hutapea.
Permintaan itu disampaikan Hotman saat majelis hakim menanyakan tanggapan tim penasihat hukum dalam agenda sidang pembacaan tanggapan jaksa penuntut umum (JPU) atas eksepsi atau nota keberatan terdakwa di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Barat, Senin (6/2).
Hotman memohon kepada majelis hakim untuk diberi kesempatan mengajukan duplik atau tanggapan terhadap tanggapan jaksa atas nota keberatan (eksepsi).
Ia menilai jaksa sama sekali tidak menanggapi eksepsi pihaknya.
“Terdakwa ini dituduh menukar tawas. Saksi itu perlu diuraikan dalam surat dakwaan. Bagaimana proses penukaran tawas? Apakah benar yang dikuburkan itu adalah narkoba? Kalau dikuburkan, berarti narkoba yang di Jakarta enggak ada kaitan dengan yang di Bukittinggi,” ujar Hotman.
Hotman mengatakan menurut ketentuan, jaksa wajib menguraikan secara jelas dan tepat tentang uraian tindak pidana. Hal itu, kata dia, yang tidak diuraikan sama sekali.
Oleh karena itu, Hotman menilai Teddy tak akan dikaitkan dalam perkara ini.
“Tanpa tuduhan menukar narkoba dengan tawas, terdakwa ini tidak akan ada di persidangan ini. Dan sekarang jaksa mengatakan itu pokok perkara, padahal itu harus diuraikan kapan ditukar. Kalau yang ditukar itu adalah benar-benar narkoba, berarti kasus ini tidak ada kaitannya dengan dia. Jadi mohon sekali lagi agar kami mengajukan duplik,” jelas Hotman.
Jaksa menyatakan keberatan terkait permohonan itu, karena tidak ada duplik dalam ketentuan yang tertera di Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Menurut jaksa, Pasal 156 ayat (1) KUHAP pada intinya menjelaskan setelah jaksa menyatakan pendapatnya, hakim mempertimbangkan keberatan untuk selanjutnya mengambil keputusan.
Hakim Ketua Jon Sarman Saragih mengatakan telah menerima tanggapan jaksa atas eksepsi tim penasihat hukum Teddy.
Jon juga menyatakan pihaknya menolak permintaan duplik dari kubu Teddy.
“Kita tetap manut atau patuh terhadap KUHAP-nya, sehingga kesempatan duplik itu tidak dibuka untuk KUHAP dalam rangka keberatan,” jelas Jon.
Teddy sebelumnya didakwa memperjualbelikan barang bukti sabu hasil sitaan Polres Bukittinggi sebanyak 5 kilogram.
AKBP Dody Prawiranegara, Kompol Kasranto, Aiptu Janto P. Situmorang, Linda Pujiastuti, Muhammad Nasir, dan Syamsul Maarif juga menjadi terdakwa dalam kasus ini.
Jaksa menyebut kasus ini bermula pada 14 Mei 2022. Saat itu Polres Bukittinggi mengungkap peredaran narkoba dan menyita barang bukti jenis sabu seberat 41,387 kg. Hal itu diterangkan jaksa dalam surat dakwaan mantan Kapolres Bukittinggi AKBP Dody.
Kala itu, Dody yang menjabat sebagai Kapolres Bukittinggi melaporkan kasus ini kepada Teddy Minahasa selaku Kapolda Sumatera Barat.
Atas laporan itu, jaksa menjelaskan Teddy memerintahkan terdakwa untuk dibulatkan menjadi seberat 41,4 kilogram.
Dody, kata jaksa, kemudian mendapat perintah lagi dari Teddy untuk mengganti barang bukti sabu itu dengan tawas. Jaksa mengatakan Dody melaksanakan perintah tersebut lantaran takut dengan Teddy.
Jaksa menyebut pada 20 Mei 2022, Dody menerima pesan singkat WhatsApp dari Teddy agar minimal menukar seperempat dari total keseluruhan barang bukti.
Namun dalam perjalanannya, kata jaksa, Dody melalui Syamsul Ma’arif hanya mampu mengganti setengahnya, yaitu sebanyak 5 kg. (pop/pmg) CNN Indonesia