Suaranusantara-Gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) Penguasa, dalam hal ini DPR dan Presiden RI, yang dilayangkan oleh Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat (PPMAN), telah masuk dalam tahapan sidang persiapan (dismissal process) kedua.
Hal ini disampaikan oleh Fatiatulo Lazira, SH selaku Kuasa Hukum yang berposisi sebagai Koordinator Region Masyarakat Adat Jawa kepada Media Sura Nusantara, Jakarta, 16 November 2023 melalui pesan WhatsApp.
Fatiatulo menjelaskan alasan diajukannya gugatan kepada DPR dan Pemerintah dalam hal ini adalah presiden RI, pasalnya
Saya selaku koordinator region Masyarakat Adat Jawa meminta kepada DPR dan Pemerintah Republik Indonesia agar segera menetapkan PPMAN sebagai Organisasi Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat (PPMAN) Jawa dan mengeluarkan RUU tentang penetapan peraturan hukum Adat agar tidak menimbulkan kriminalisasi di mana-mana serta terjadi perampasan hak atas tanah” tegas Fatiatulo.
“Kami melayangkan gugatan ini Karana, hanya DPR dan Pemerintah saja yang mempunyai wewenang untuk mengeluarkan RUU tentang masyarakat hukum adat” ujar Fatiatulo
Persoalan ini sudah sampai di Meja TUN namun, kembali pihak tergugat tidak menghadiri sidang persiapan tersebut.
DPR dan Pemerintah dalam hal ini Presiden Republik Indonesia Ir. Joko Widodo digugat oleh Masyarakat Adat melalui kuasa hukumnya, yakni Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN), karena RUU Masyarakat Hukum Adat tersebut tak kunjung selesai dalam kurun lebih dari 15 tahun.
Padahal, sejak tahun 2020 lalu, persiapan RUU di tingkat I telah selesai tapi tak kunjung menjadi RUU Inisiatif DPR. Akibatnya, Masyarakat Adat sering menjadi objek kriminalisasi dan kehilangan ruang hidup mereka.
Tidak ada perlindungan dan pengakuan yang cukup terhadap mereka. Terbukti, menurut Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) rentang 5 tahun kebelakang, 301 kasus menimpa Masyarakat Adat.
PPMAN sendiri, selama Januari – Oktober 2023 telah menangani 33 kasus di mana 12 kasus terkait kriminalisasi dan perampasan lahan.
“Tampaknya pihak Tergugat yaitu Penguasa tidak merasa penting memperhatikan Masyarakat Adat. Komitmen membentuk payung hukum, Undang-Undang untuk Masyarakat Adat cuma janji kosong rejim penguasa,” ungkap Syamsul Alam Agus, Ketua Badan Pengurus PPMAN.
Menurut Pasal 63 Undang-Undang Nomor 5 tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara sebagaimana diubah dalam Undang-Undang Nomor 9 tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 5 tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, kehadiran pihak Tergugat dibutuhkan dalam sidang persiapan guna melengkapi data dan memberi penjelasan agar gugatan Penggugat dapat lebih lengkap.
“Sehingga dapat diterjemahkan bahwa ketidakhadiran kembali pihak Tergugat dalam sidang ini adalah bentuk kesengajaan dalam menghalang-halangi Masyarakat Adat menuntut hak dasar mereka untuk diakui, dilindungi dan dihormati,” jelasnya lebih lanjut.
DPR dan Presiden RI digugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta Timur oleh AMAN, Masyarakat Adat Ngkiong Manggarai, Tobelo Dalam Halmahera, dan Osing Banyuwangi.
“Sebagai warga negara wajib untuk terus mengingatkan Pemerintah agar memenuhi kewajiban konstitusionalnya, terlebih kewajiban melindungi segenap rakyat Indonesia, tanpa terkecuali” pungkasnya.
Desakan masyarakat mengingatkan pemerintah dan DPR agar mempertimbangkan dengan cermat mengingat dampak sosial yang akan terjadi di tengah masyarakat akibat tidak dikeluarkannya Undang-undang tentang hukum adat di Jawa khususnya dan Indonesia pada umumnya.
Meminta agar segera ditetapkannya PPMAN sebagai organisasi khusus yang bergerak di bidang pembelaan terhadap Masyarakat Adat Nusantara sekaligus dikeluarkannya Undang-undang Masyarakat Adat Nusantara di daerah Jawa.
PPMAN selaku pihak penggugat menyampaikan harapannya yakini meminta kepada DPR dan pemerintah Republik Indonesia dalam hal ini Presiden Republik Indonesia untuk segera menetapkan UU hukum adat demi mengurangi tingkat kriminalitas di tengah masyarakat. Selanjutnya ditetapkan pula PPMAN sebagai organisasi yang resmi untuk membela persoalan tanah masyarakat ada.