Flores, Suaranusantara.co – Elang Flores adalah jenis burung rajawali yang suka dengan kondisi hutan tropis dataran rendah dan submontana lembab hingga ketinggian 1700 mdpl. Meski namanya Elang Flores, namun unggas ini tersebar hingga Pulau Lombok, Sumbawa, serta pulau kecil Satonda dan Rinca.
Masyarakat Flores terutama suku Manggarai kebanyakan dapat mengenali banyak jenis elang. Mereka menamai Elang Flores sebagai Ntangis. Mereka juga menamai sejumlah kecil Elang seperti Jumburiang untuk Elang Bonelli’s (Hieratus fasciatus) dan Lawang ntangis untuk Brahminy Kite (Halistur Indus).
Suku Manggarai di bagian barat Flores menganggap Elang Flores sebagai toem atau empo. Mereka menganggap unggas ini adalah leluhur manusa, sehingga mereka tidak boleh membunuh, menyiksa bahkan menangkapnya.
Di beberapa tempat unggas ini terkenal sebagai burung Rajawali. Ini yang membedakan jenis elang tersebut dengan jenis elang lainnya.
Ciri khas burung ini adalah ukurannya sedang sekitar ±50 cm, warna tubuh coklat kehitam-hitaman, dada dan perut berwarna putih keabuan dengan corak tipis coklat kemerahan. Terdapat enam strip coklat pada ekor yang merupakan ciri pembeda dengan jenis elang lainnya.
Hal yang unik yang paling menonjol adalah bagian tepi dalam sayap yang transparan, terlihat berkilauan ketika terkena sinar matahari.
Warna putih bulu dada burung ini menginspirasi Ir. Soekarno, sang proklamator yang juga presiden pertama RI, yang menetapkan warna bendera negara ketika di asingkan di Ende, pada tahun 1934-1938.
Jenis Burung Langka
Saat ini populasi burung elang dengan dada berwarna putih ini di perkirakan tinggal 100 hingga 240 individu dewasa. Jumlahnya yang terus menurun membuat Badan Konservasi Dunia IUCN memasukkannya ke dalam status Critically Endangered (CR) atau dalam bahaya kritis.
Kian terancamnya populasi jenis burung ini terkait dengan perburuan liar, kebakaran hutan, dan penebangan hutan secara masif sehingga menyebabkan tergerusnya habitat burung Elang Flores.
Mengutip situs Dirjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem, menyikapi kondisi tersebut beberapa lembaga yang peduli terhadap kelangsungan hidup satwa liar bergerak cepat.
Pusat Informasi Lingkungan Indonesia (PILI), Raptor Indonesia (Rain), Burung Indonesia, Birds Conservation Society (BSC) mengundang jajaran Ditjen KSDAE. Meliputi Direktorat KKH, BTN Gunung Rinjani, BKSDA-NTB, BTN Tambora, BTN Kelimutu, BBKSDA NTT dan BTN Komodo pada 21 Desember 2018. Mereka bersama-sama melakukan upaya konservasi dengan menyelenggarakan workshop. Penyusunan Strategi dan Rencana Aksi Konservasi (SRAK) Elang flores berhasil merancang tim penyusun SRAK dan Isu Strategis Elang Flores.