Jakarta, Suaranusantara.co – Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) menggelar demonstrasi di depan kantor Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Kamis, 22 April 2021. SKPS meminta pemerintah mereformasi tata kelola dan struktur kelembagaan Badan Pengelolah Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).
Menurut Sekertaris Jenderal SPKS, Manseutus Darto, reformasi itu perlu di lakukan karena salah urus BPDP sebagai BLU. Hal ini terlihat dari timpangnya struktur kelembagaan BPDPKS yang di dominasi oleh kelompok pengusaha sawit dan bercokolnya beberapa konglomerat dalam komite pengarah yang mengatur lalu lintas alokasi dana sawit.
“Apalagi badan pengawas pun sangat lemah dalam konteks posisinya. Karena kebanyakan Dirjen dari kementerian yang duduk dalam komite pengarah dan hadir pula perwakilan asosiasi pengusaha sawit dalam dewan pengawas,” jelas Manseutus.
Salah urus ini juga, kata Manseutus, sengaja di biarkan. Menko Perekonomian dan Menkeu adalah pihak yang bertanggung jawab. Pasalnya, mereka yang mengatur kebijakan komite pengarah dan badan pelaksana dan dewan pengawas.
“Alasan lain tentu karena semua pelaksana badan pengelola dana sawit ini di kuasai oleh orang-orang yang tidak punya kapasitas di bidang perkebunan. Karena di dominasi oleh orang-orang dekat menteri keuangan,” ujar Manseutus.
Desakan terhadap BPK dan KPK
Saat bersamaan, SPKS juga mendesak Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan KPK melakukan audit terhadap BPDPKS yang tidak transparan soal dana subsidi biodiesel. Serta yang tidak di alokasikan sebagaimana mestinya.
“Dana tersebut berjumlah Rp 57,72 triliun bersumber dari pungutan ekspor CPO sejak 2015.
Alih-alih untuk kesejahteraan petani, dana tersebut justru di alokasikan untuk konglomerat sawit yang sudah mapan Mereka mengontrol hulu hilir perkebunan sawit Indonesia,” tegas Manseutus dalam keterangan resminya, Kamis, 22 April 2021.
Ia menjelaskan, dari total dana yang di peroleh BPDP-KS, untuk program perkebunan rakyat. Khususnya peremajaan sawit hanya sekitar 5,3 triliun. Sementara pengembangan SDM petani sawit melalui pelatihan hanya sekitar Rp 15 miliar.
“Padahal pemerintah selalu mengklaim, program perkebunan rakyat sebagai prioritas. Namun, program sawit rakyat kalah penting dengan subsidi biodiesel yang hampir merogok kocek 90 % dana sawit,” tegasnya.
Manseutus menambakan, SPKS juga mencatat selama pandemi tidak ada bantuan spesifik yang di berikan kepada petani sawit. Sebaliknya pemerintah justru mengeluarkan insentif bagi industri biodiesel. Padahal, berdasarkan data BPS 2019, 41,35% sumber pungutan pemerintah di perkebunan bersumber dari kebun-kebun yang di kelola oleh rakyat.
“Sayangnya, dana ini bukannya di kembalikan kepada petani, melainkan industri biodiesel. Kebijakan pemerintah yang muncul di masa pandemi Covid-19 (2020) ini menjadi alarm serius bahwa ketidakberpihakan pemerintah terhadap petani,” tutupnya