Jakarta, Suaranusantara.co – Pemerintah terus mengejaran obligor atau debitur BLBI untuk memenuhi kewajibannya kepada negara. Langkah yang dilakukan adalah penyitaan aset jaminan dan harta kekayaan, baik berupa tanah, bangunan, saham, perusahaan, maupun langkah-langkah pembatasan keperdataan.
“Banyak nanti pembatasan keperdataan. Misalnya hak kredit di bank, bepergian ke luar negeri, dan sebagainya. Masih banyak yang bisa dilakukan,” kata Menko Polhukam Mahfud MD dalam konferensi pers di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Senin, 8 November 2021.
Ia mengatakan terhadap obligor atau debitur yang berdasarkan penelitian telah melakukan tindakan pidana, akan diproses pidana. Mereka yang masuk kategori itu adalah yang melakukan kegiatan mengalihkan aset, menjaminkan aset kepada pihak ketiga tanpa legalitas, menyewakan aset secara gelap, dan sebagainya.
“Pemerintah meminta itikad baik obligor atau debitur untuk memenuhi atau menyelesaikan kewajibannya,” tegas Mahfud.
Dia memerintahkan Ketua Satgas melakukan tindakan antara lain mengirim surat pemberitahuan kepada BUMN yang menjalin kerja sama dengan obligor atau debitur. Surat itu menjelaskan yang bersangkutan tidak menunjukkan itikad baik untuk memenuhi kewajibannya kepada negara.
“Tidak akan lagi tawar menawar yang tidak ada gunanya. Kenapa ini lambat, kemarin saya katakan, kalau ganti pejabat, datang lagi obligornya minta dihitung ulang, bahwa itu salah, ini salah, kumpulkan dokumen lagi. Belum selesai dihitung, pejabatnya ganti, dia datang lagi, nego lagi, tidak selesai-selesai. Kita sekarang harus tegas, ambil ini,” jelas Mahfud.
Dia menyebut melalui Inpres nomor 8 tahun 2020 tentang Release and Discharge, pemerintah telah menentukan utang masing-masing obligor dan debitur. Banyak diantara mereka yang membayar dan selesai. Misalnya, Anthony Salim langsung membayar lunas selesai, Bob Hasan lunas selesai, Sudwikatmono lunas selesai, Ibrahim Risyad lunas selesai.
“Ini tidak adil kalau orang yang sudah ditetapkan misalnya punya utang lalu membayar, tapi yang lain tidak mau membayar dan lari-lari minta nego terus, berarti pemerintah tidak adil. Nah kita akan berlaku adil ini akan dikejar, harus bayar, dan posisikan berapa sebenarnya. Kalau dia merasa utang dia bukan segitu, ayo berapa hutangnya. Datang ke meja saya,” tutup Mahfud.
Sementara Ketua Satgas yang juga Dirjen Kekayaan Negara Ronald Silaban menyebut terhadap aset-aset yang telah disita sebelumnya, totalnya mencapai 124 hektar. Saat ini, penilaiannya sedang dilakukan dan ditargetkan dalam minggu sudah keluar nilai uangnya.
“Perkiraan yang ada adalah, seandainya itu Rp 500.000 per meter maka sekitar Rp 600 miliar. Kalau Rp 1 juta maka Rp 1,2 triliun. Tapi saya tidak ingin menyimpulkan saat ini berapa hasil penelitiannya karena kami masih menunggu berapa hasil dari penilaiannya,” jelas Ronald.