Pengiatan Kelembagaan
Selain itu, secara kelembagaan Undang-Undang 7 Tahun 2017 tidak hanya menetapkan Bawaslu Kabupaten/Kota menjadi lembaga permanen, tetapi juga mengubah struktur kelembagaan dan jumlah keanggotaan Bawaslu Provinsi yang semula 3 orang menjadi 5 atau 7 orang dan keanggotaan Bawaslu Kabupaten/Kota yang semula 3 orang menjadi 3 sampai 5 orang.
Struktur kelembagaan pengawas pemilu sampai dengan tingkat TPS (Tempat Pemungutan Suara) yang disebut pengawas TPS, di mana di setiap TPS terdapat 1 orang pengawas TPS. Jumlah anggota Bawaslu Provinsi dan Bawaslu Kabupaten/Kota tersebut termuat dalam Lampiran II Undang-Undang 7 Tahun 2017.
Penguatan kelembagaan Bawaslu juga berbanding lurus dengan penguatan kewenangan Bawaslu, salah satunya kewenangan untuk menangani penyelesaian Sengketa Proses Pemilu. Bahkan dalam Undang-Undang 7 Tahun 2017, Bawaslu mempunyai kewenangan lebih karena memiliki produk berupa putusan, di mana terhadap putusan yang dikeluarkan Bawaslu, wajib sifatnya bagi KPU untuk menindaklanjutinya. Kewajiban KPU untuk menindaklanjuti putusan Bawaslu menjadi pertanda bahwa negara percaya pada kinerja Bawaslu karena lembaga ini memiliki data-data hasil pengawasan, sehingga bisa menjadi referensi yang kuat dalam membuat putusan.
Pengawasan dan penindakan menjadi satu kesatuan fungsi yang tidak terpisahkan dari kerja-kerja yang dilakukan Bawaslu. Kewenangan semacam itu membuat Bawaslu menjadi institusi yang memiliki kewenangan lengkap. Sebab selain memiliki kewenangan pengawasan, Bawaslu juga memiliki kewenangan penindakan, bahkan sekaligus “mengadili”. Belum ada lembaga lain dalam ketatanegaraan Indonesia yang mempunyai kekuatan seperti itu.