Labuan Bajo, suaranusantara.co – Dosen Departemen Geografi, Universitas Negeri Malang (UM) bekerja sama dengan dosen dari Universitas Brawijaya (UB) melakukan penelitian terkait pengolahan sampah organik secara sirkular agar berdampak ekonomi bagi masyarakat di Labuan Bajo, Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat, NTT sejak Juni sampai September 2025
Penelitian ini digagas oleh ArdyantoTanjung selaku dosen Departemen Geografi, Universitas Malang (UM), bekerja sama dengan Sigit Prawoto dosen dari Universitas Brawijaya (UB).
Kedua orang Dosen asal Universitas Malang, Ardyanto Tanjung dan Mochammad Tri Herwanto menjelaskan konsep ekonomi sirkular sebagai model pengelolaan sampah di Labuan Bajo.
“Penelitian ini berfokus pada konsep ekonomi sirkular yang dikombinasikan dengan perubahan perilaku masyarakat yang mengelola sampah organik di Labuan Bajo,” jelas Ardyanti Tanjung, salah seorang Dosen juga sebagai ketua tim peneliti yang kerap disapa Tanjung, melalui pesan WhatsApp kepada suaranusantara.co, Senin (28/7/2025)
Selanjutnya Tanjung mengulas soal tujuan penelitian yang dilakukannya selama empat bulan di Labuan Bajo.
“Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana perubahan perilaku masyarakat melihat potensi sampah dari aktivitas wisata ini dan merancang model optimalisasi sumber daya yang mendukung pengelolaan sampah secara berkelanjutan, dengan mempertimbangkan aspek lingkungan, sosial, dan ekonomi di kawasan tersebut”, paparnya
Selama proses berlangsungnya penelitian ini, timnya menemukan beberapa hal terkait pengelolaan sampah di Labuan Bajo
“Suatu keniscayaan bahwa setiap aktivitas manusia khususnya wisatawan tentu memicu bertambahnya volume sampah pada musim liburan. Kami juga menemukan bahwa faktor budaya dan kebutuhan adat istiadat memengaruhi pengelolaan sampah organik, di mana sampah organik dimanfaatkan sebagai pakan ternak, mencerminkan praktik lokal yang mendukung ekonomi sirkular,” beber Tri dengan nada penuh keceriaan saat menyaksikan pesona Labuan Bajo,” ungkap Tanjung
Meskipun persoalan sampah sampai saat ini masih terjadi di Daerah yang telah disematkan sebagai Daerah Pariwisata Super Prioritas, Tim Peneliti juga menemukan beberapa pihak yang telah berkontribusi dalam penanganan masalah sampah organik
“Kami juga mengamati partisipasi aktif masyarakat lokal dalam membangun ekosistem ekonomi sirkular. Inisiatif seperti Kole Project, KSU Komodo, Indonesia Waste Platform (IWP) serta ada juga aktivis perorangan yaitu Bapak Stevan Rafael dengan julukan “Plasticman Komodo” telah berkontribusi dalam edukasi pengelolaan sampah dan pemberdayaan komunitas. Selain itu, sektor informal seperti pemulung di kawasan Dermaga KSOP turut berperan mengurangi sampah dari aktivitas wisata dengan mengumpulkan dan memilah material yang dapat didaur ulang, tentu dengan tujuan ekonomi,” sebut Tri, salah seorang anggota tim peneliti
Alasan kampus ini memilih Labuan Bajo sebagai obyek penelitian karena merupakan salah satu dari lima Kabupaten yang mendapatkan perhatian besar dari pemerintah pusat untuk pengembangan pariwisata berkelanjutan.
“Labuan Bajo dipilih karena menjadi salah satu dari lima destinasi pariwisata super prioritas di Indonesia, yang mendapat perhatian besar dari pemerintah untuk pengembangan pariwisata berkelanjutan. Sebagai kawasan wisata yang terkenal dengan keindahan alamnya, seperti kawasan Taman Nasional Komodo, Labuan Bajo menghadapi tekanan lingkungan akibat meningkatnya jumlah wisatawan, yang berdampak pada produksi sampah. Selain itu, kawasan ini memiliki karakteristik unik, seperti komunitas lokal yang beragam dan potensi ekonomi dari pariwisata, menjadikannya lokasi yang ideal untuk menguji model ekonomi sirkular yang berfokus pada perubahan perilaku dan optimalisasi sumber daya,” pungkas Sigit Prawoto, Dosen asal Universitas Brawijaya (UB) yang akrab disapa Sigit itu.
Berdasarkan temuan itu kedua peneliti ini mengatakan permasalahan sampah di Labuan Bajo memerlukan pendekatan secara terpadu.
“Pengelolaan sampah di Labuan Bajo memerlukan pendekatan terpadu yang tidak hanya berfokus pada infrastruktur, tetapi juga pada perubahan perilaku masyarakat dan wisatawan. Saya menilai bahwa tantangan utama adalah bagaimana mengintegrasikan kesadaran lingkungan dengan kebutuhan ekonomi lokal tanpa mengorbankan daya tarik pariwisata. Namun, saya juga optimistis karena potensi partisipasi komunitas, seperti melalui pemberdayaan pada sektor informal menjadi solusi yang efektif. Penting untuk memastikan bahwa solusi yang diusulkan tidak hanya meniru model dari luar, tetapi disesuaikan dengan konteks budaya dan sosial masyarakat Labuan Bajo,” ungkap tim peneliti itu.
Pihak-pihak yang ditemui selama penelitian selain LSM maupun perorangan yang memiliki kontribusi khusus dibidang penanganan sampah tim ini juga bertemu dengan pengusaha ternak, aktivis lingkungan dan lembaga asosiasi lainnya di Labuan Bajo.
“Kami berinteraksi dengan pemulung yang juga berperan sebagai peternak babi, yang memberikan wawasan tentang pemanfaatan sampah organik untuk pakan ternak. Kami juga bertemu dengan pengurus Asosiasi Peternak Babi Manggarai Barat, yang berbagi perspektif tentang hubungan antara kegiatan peternakan dan pengelolaan sampah. Selain itu, kami berdiskusi dengan aktivis lingkungan yang aktif dalam mempromosikan praktik berkelanjutan di kawasan ini, serta perwakilan dari dinas/instansi terkait, seperti dinas lingkungan hidup dan pariwisata, untuk memahami kebijakan dan tantangan pengelolaan sampah. Interaksi ini membantu kami memetakan peran berbagai pihak dalam mendukung ekonomi sirkular di Labuan Bajo,” tandas Tanjung saat ditemui awak media ini di tempat usaha milik Stefan Rafael yang beralamat di Jalan Binongko, Labuan Bajo, Kec. Komodo, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur.
Mengakhiri pembicaraannya kedua Dosen ini mengharapkan penelitian menghasilkan model pengelolaan sampah berbasis ekonomi sirkular.
“Kami berharap penelitian yang didanai melalui skema penelitian BIMA Kemendikti saintek ini dapat mendorong kolaborasi antara pemerintah, masyarakat lokal, pelaku usaha, dan wisatawan untuk mengurangi sampah, meningkatkan daur ulang, dan menciptakan nilai ekonomi dari pengelolaan sampah berbasis kearifan lokal-budaya. Selain itu, kami berharap penelitian ini dapat meningkatkan kesadaran tentang pentingnya perubahan perilaku dalam mendukung pariwisata berkelanjutan dan menjaga kelestarian lingkungan Labuan Bajo untuk generasi mendatang,” tutup Tanjung selaku ketua tim penelitian.