Jakarta, Suaranusantara.co – Pemerintah akan mengajukan revisi UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Alasannya, UU itu melahirkan banyak pro dan kontra dalam penerapannya.
“Pemerintah akan mendiskusikan inisiatif untuk merevisi UU ITE,” kata Menko Polhukam Mahfud MD dalam akun twitter @mohmahfudmd pada Selasa, 16 Februari 2021.
Ia menyebutkan, pada 2007/2008, banyak yang usul dengan penuh semangat agar dibuat UU ITE. Jika sekarang UU tersebut dianggap tidak baik dan memuat pasal-pasal karet, maka perlu direvisi.
“Mari kita buat resultante baru dengan merevisi UU tersebut. Bagaimana baiknyalah. Ini kan demokrasi,” ujar Mahfud dalam twitternya.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga menginginkan adanya revisi UU ITE. Jokowi menyampaikan itu dalam akun twitter pada Selasa pagi.
“Semangat awal UU ITE adalah untuk menjaga agar ruang digital Indonesia bersih, sehat, beretika, dan produktif,” kata Jokowi.
“Kalau implementasinya menimbulkan rasa ketidakadilan, maka UU ini perlu direvisi. Hapus pasal-pasal karet yang multitafsir, yang mudah diinterpretasikan secara sepihak,” lanjut Jokowi.
Sebagaimana diketahui, salah satu pasal yang paling kontroversial adalah pasal 27 ayat 3. Ayat itu berbunyi bahwa setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.
Selain pasal tersebut, ada juga sejumlah pasal yang selalu menimbulkan kontroversi dan multitafsir. Misalnya Pasal 26 ayat 3 tentang penghapusan informasi yang tidak relevan.
Kemudian Pasal 28 ayat 2 tentang ujaran kebencian. Lalu ada Pasal 29 tentang ancaman kekerasan.
Berikutnya adalah Pasal 36 tentang kerugian. Pasal 40 ayat 2a tentang muatan yang dilarang. Pasal ini bermasalah karena dapat digunakan sebagai alasan internet shutdown untuk mencegah penyebarluasan dan penggunaan hoaks.