Jakarta, Suaranusantara.co – Wakil Ketua MPR RI, Ahmad Basarah meminta pemerintah untuk merevisi Peraturan Pemerintah. Yaitu PP No 57 tahun 2021 tentang Standar Nasional Pendidikan.
Pasalnya, dalam PP itu menghapus Pancasila sebagai pelajaran atau mata kuliah wajib. Menurutnya, hal seperti itu tidak perlu terjadi dan dapat di cegah.
Basarah mengatakan, pemerintah sudah sejak awal menjadikan Pancasila sebagai arus utama dalam pengelolaan negara.
“Sejak awal pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo sejatinya telah memberikan perhatian besar upaya untuk menjadikan Pancasila sebagai arus utama dalam pengelolaan negara,” kata Basarah di Jakarta, Kamis 15 April 2021.
Kapasitas Aparatur Pemerintah
Ia menuturkan, sayangnya di internal pemerintahan tidak semua aparatur negara memiliki kapasitas dan kesungguhan untuk dapat menerjemahkan kehendak presiden tersebut secara baik dan benar.
“Aparatur negara yang terlibat dalam penyusunan kebijakan maupun regulasi di bidang pendidikan terkesan masih belum memiliki pandangan yang sama tentang arti penting Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara untuk diajarkan kepada generasi penerus bangsa,” ujarnya.
Padahal, kata Basarah, saat ini Indonesia tengah menghadapi tantangan maha berat terkait serbuan ideologi transnasional seperti komunisme, ekstrimisme agama dengan cita-cita khilafahnya dan liberalisme dengan individualisme dan juga pasar bebasnya.
Ia mengkhawatirkan apabila pelajaran Pancasila dihilangkan dalam pendidikan, lantaran survei menunjukkan merosotnya pengetahuan mahasiswa dan pelajar tentang nilai-nilai Pancasila.
“Berbagai survei menunjukkan makin merosotnya pengetahuan dan keyakinan pelajar dan mahasiswa tentang nilai-nilai Pancasila. Hal ini tentu semakin mengkhawatirkan apabila pelajaran Pancasila di hilangkan dalam pendidikan di Indonesia,” ungkap Anggota Komisi X DPR RI ini.
Transparan
Lebih lanjut, Basarah menjelaskan, perubahan PP seharusnya tidak terselubung atau diam-diam terhadap isi UU.
Ia menegaskan, secara jelas Pasal 35 ayat (3) UU No 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi menyebut kurikulum pendidikan tinggi wajib memuat mata kuliah agama, Pancasila, Kewarganegaraan dan Bahasa Indonesia.
“Dengan demikian PP No 57 Tahun 2021 telah menyimpangi isi UU No 12 Tahun 2012 tentang Pendidikam Tinggi tersebut. Hal itu berarti mengandung ketidakabsahan hukum karena bertentangan norma di atasnya secara nyata,” tegasnya.
Kemudian, keberadaan PP tentang Standar Nasional Pendidikan seharusnya bisa menjadi pengisi kekosongan hukum di UU No 20 Tahun 2003. Tentang Sisdiknas yang belum mengatur kewajiban mata Pelajaran Pancasila di sekolah.
Basarah pun meminta pemerintah untuk segera melakukan perubahan terhadap PP No 57 Tahun 2021 tersebut. Dalam rangka mengakhiri kontroversi dan menyelamatkan wajah Presiden Jokowi.
Politisi PDI Perjuangan ini menerangkan, perubahan yang di maksud adalah memasukkan Pancasila dan bahasa Indonesia sebagai mata pelajaran wajib. Di sekolah maupun mata kuliah wajib di perguruan tinggi.
Ia menambahkan, perubahan suatu produk peraturan perundang-undangan hal yang lumrah dan wajar.
“Pada dasarnya perubahan suatu produk peraturan perundang-undangan yang di lakukan tidak lama setelah peraturan tersebut di undangkan. Dalam rangka merespon masukan publik merupakan hal lumrah dan wajar. Serta beberapa kali sudah pernah terjadi dalam praktek kenegaraan kita,” pungkas Basarah.