Labuan Bajo, suaranusantara.co-Christo Mario Y. Pranda angkat bicara ihwal polemik pemecatan 20 orang Tenaga Harian Lepas [THL] di dinas Lingkungan Hidup dan Pertanahan (DLHP) Kabupaten Manggarai Barat beberapa waktu lalu. Ia menilai pemecatan puluhan THL itu Prilaku itu merupakan watak asli dari kekuasaan di Kabupaten Manggarai Barat.
Hal ini dikatakan oleh Mario karena berangkat dari rasa peduli dan perihatin terhadap masalah pemecatan yang akhir-akhir ini ramai diberitakan dalam media online, salah satunya adalah pemecatan yang terjadi di DLHKP Manggarai Barat, pasca Pilbup 27 November yang lalu.
Fakta ini mendorong Mario Pranda untuk menyoroti kinerja pemerintah Manggarai Barat dari berbagai dimensi yaitu, kemanusiaan, Demokrasi dan kekuasaan yang dianggapnya Prilaku itu merupakan watak asli dari kekuasaan di Kabupaten Manggarai Barat.
Mario Pranda, singgung soal hegemoni kekuasaan. Ia menegaskan bahwa, pemecatan 20 THL tersebut menunjukkan watak asli dari perilaku kekuasaan di Kabupaten Manggarai Barat.
“Saya menilai bahwa pemecatan yang terjadi terhadap 20 orang pegawai THL di DKLH (Dinas Kebersihan dan Lingkungan Hidup) beberapa waktu lalu menunjukan watak asli prilaku kekuasaan yang beroperasi di Manggarai Barat. Dan, saya menentang sikap-sikap arogansi kekuasaan seperti itu,” tegasnya.
Mario menjelaskan bahwa salah satu alasan dirinya memilih maju pada Pemilukada Kabupaten Manggarai Barat Tahun 2024 dan melepaskan jabatan sebagai anggota DPRD terpilih adalah untuk menghentikan hegemoni politik dan prilaku-prilaku kekuasaan yang hegemonik.
“Bagi saya, Manggarai Barat adalah milik kita semua dan kita semua berkontribusi baik langsung maupun tidak terhadap kemajuan daerah ini. Saya tidak mau ada segelintir orang atau kelompok yang paling merasa berkuasa dan bisa melakukan apa saja. Itu tidak baik dan tidak boleh dibiarkan terjadi. Karena sejatinya pemimpin itu pada dasarnya adalah pelayan untuk masyarakat yang dia pimpin langsung” pungkasnya.
Menurut Mario Pranda, polemik 20 orang THL di DLHP Kabuapaten Manggarai Barat “mesti dilihat secara komprehensif, jangan parsial”.
“Saya membaca polemik ini dalam dimensi utama yang menjadi dasar pertimbangan untuk kurang sepakat, yakni Kemanusian, Demokrasi, dan Hegemoni Kekuasaan,” kata Mario Pranda.
Dalam penjelasannya, Mario memulai dari Dimensi Kemanusiaan. Ia menjelaskan bahwa dampak dari adanya pemecatan THL tersebut bertambahnya jumlah pengangguran, sebab mereka semua kehilangan pekerjaan.
Ia menilai pemecatan itu kurang tepat karena alasan kemanusiaan. Sebab, para THL itu adalah tulang punggung dari keluarga masing-masing.
“Setelah mereka dipecat implikasinya banyak, kehilangan lapangan pekerjaan yang berpengaruh langsung terhadap kelangsungan hidup, urus makan dan menyekolahkan anak-anak mereka. Apalagi kalau sumber pendapatan keluarga hanya bergantung pada pekerjaan tersebut,” jelas Mario.
“Atas dasar itu, saya berpikir bahwa pemecataan terhadap THL apalagi yang telah mengabdi bertahun-tahun di daerah perlu dipertimbangkan ulang. Walaupun dari sisi regulasi tersedia ruang untuk melakukan pemecatan, tetapi saya tetap berharap untuk kebijakan ini ditinjau ulang,” lanjutnya.
Dimensi berikutnya kata Mario Pranda adalah Dimensi Demokrasi. Mario Pranda menduga pemecatan 20 orang THL tersebut disinyalir oleh perbedaan pilihan politik pada pemilihan bupati dan wakil bupati pada 27 November 2024 lalu.
“Pemecatan THL yang disinyalir disebabkan oleh perbedaan pilihan politik mestinya tidak boleh terjadi lagi apalagi itu bertabrakan langsung dengan asas demokrasi yang kita anut seperti asas bebas dan asas rahasia,” ujarnya.
Dirinya mengurai, asas bebas itu berkaitan langsung dengan warga negara diberi kebebasan untuk menentukan hak pilihnya tanpa tekanan dan paksaan serta memilih berdasarkan hati nurani.
Kata dia, asas rahasia itu berkaitan dengan bahwa dalam memberikan suara kerahasian pemilih haruslah dijamin tanpa diketahui oleh orang lain dengan cara apapun.
Mario Pranda pun menyentil pertanyaan yang diungkapkan oleh Istri Wakil Bupati Manggarai Barat sebagaimana yang diungkap dalam pengakuan oleh salah seseorang pegawai THL di berbagai media.
Menurutnya, hal itu sudah tidak pantas dan berbenturan langsung dengan asas demokrasi yang telah disebutkan itu.
“Bagi saya perbedaan preferensi politik pada Pemilukada Tahun 2024 di Kabupaten Manggarai Barat tidak boleh menjadi pijakan utama dalam mengevaluasi kinerja para THL tersebut,” jelas politisi Demokrat tersebut. tandas Mario.