Labuan Bajo, suaranusantara.co — Empat warga pemilik lahan mata air di Kecamatan Lembor meminta Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Manggarai Barat menepati kesepakatan yang telah disepakati sejak mata air tersebut diserahkan kepada PDAM pada tahun 2015. Salah satu poin kesepakatan itu adalah mempekerjakan anak-anak dari pemilik lahan sebagai pegawai PAM.
Lahan mata air yang dimaksud terletak di Lingko Rimu, Kampung Pana, Desa Ponto Ara, Kecamatan Lembor, Kabupaten Manggarai Barat. Mata air ini diakui sebagai milik Marselinus Tani (28), Sebastianus Jemada (61), Sisilia Saung (65), dan Fransiskus Harjon Jandu (46).
Keluhan disampaikan oleh Sebastianus Jemada, yang akrab disapa Sebas, kepada Suaranusantara.co pada Jumat (4/4/2025).
“Awalnya pemerintah ingin ambil mata air dari Deket, tapi karena banyak permintaan dari warga di sana, akhirnya batal. Saat kembali ke Lembor, mereka melewati kampung kami dan menemukan mata air ini di Lingko Rimu. Setelah survei, mereka bilang air ini layak. Tahun 2015, camat Paulus Malu dan sekcam Donatus Pantas ikut dalam kesepakatan,” ujar Sebas mewakili pemilik lahan lainnya.
Menurut Sebas, saat itu terjadi kesepakatan kerja sama antara para pemilik lahan dengan pihak PDAM dan pemerintah kecamatan, yakni untuk mempekerjakan anak-anak pemilik lahan di kantor PAM.
“Kami minta agar anak-anak kami bisa bekerja di PAM, dan pemerintah saat itu setuju. Tapi begitu anak-anak kami lulus, hanya satu yang diterima, yang lain tidak. Ini yang kami tidak terima,” tegasnya.
Ia juga mengungkapkan bahwa keluarga pernah menemui Direktur Utama PDAM untuk menanyakan realisasi kesepakatan, namun mendapat jawaban yang mengecewakan.
“Tahun 2022, kami ke kabupaten. Dirut bilang air yang kami punya itu Wae Ronco, bukan yang dipakai,” ungkap Sebas.
Karena merasa diabaikan, para pemilik lahan mengancam akan menutup akses mata air jika PDAM tidak memenuhi kesepakatan tersebut.
“Kalau anak-anak kami tidak diperhatikan, kami akan tutup air itu,” kata mereka kompak.
Sementara itu, Camat Lembor saat itu, Paulus Malu, mengklarifikasi bahwa yang hadir dalam kesepakatan adalah Sekcam Donatus Pantas, bukan dirinya.
“Yang ke Pana waktu itu Pak Don Pantas (Sekcam), bukan saya. Silakan konfirmasi ke beliau,” ujarnya melalui pesan WhatsApp, Senin (7/4/2025).
Ia juga menambahkan, jika airnya dimanfaatkan, maka aspirasi pemilik lahan sebaiknya disampaikan langsung ke PAM.
Kepala PAM Lembor, Nyongky Rohi Bengngu, saat dikonfirmasi mengaku tidak mengetahui adanya kesepakatan tersebut. Namun, ia membenarkan bahwa dua orang telah dipekerjakan sebagai penjaga sumber air, yakni Remigius dan Bonifasius.
“Maaf, saya tidak tahu soal kesepakatan itu. Yang saya tahu, ada dua karyawan yang direkrut sebagai penjaga mata air. Mereka mengaku sebagai pemilik lahan,” jelasnya.
Nyongky menegaskan bahwa ia hanya melanjutkan tugas dari kepala unit sebelumnya, almarhum Agus Jegaut, dan meminta media mengkonfirmasi langsung kepada Direktur Utama PDAM.
Kepala Desa Ponto Ara, Rikardus Joman atau Rikar, juga mengatakan tidak mengetahui adanya kesepakatan tersebut karena ia baru menjabat pada tahun 2023.
“Kesepakatan itu terjadi pada masa kepala desa sebelumnya, Pak Rofinus Taso. Sampai saat ini belum ada pengaduan resmi, baik lisan maupun tertulis, dari masyarakat,” ujarnya.
Namun, Rikar menyatakan kesiapannya untuk memfasilitasi pertemuan antara pemilik lahan dan pihak PAM jika ada laporan resmi.
“Saya siap mempertemukan mereka untuk berdiskusi jika ada laporan resmi dari warga,” tegasnya.
Sementara itu, Direktur Utama PDAM Manggarai Barat, Aurelius Hubertus Endo, menyatakan bahwa hanya satu mata air yang digunakan di Lembor, dan hanya satu pemilik lahan yang diakomodir.
“Sudah diakomodir satu orang karena hanya satu sumber air yang dipakai. Yang lain tidak dipakai karena airnya hanya muncul saat musim hujan,” jelasnya.
Ia menambahkan, dua orang telah diterima bekerja, yakni Remigius dan Bonifasius.