Jakarta, Suaranusantara.co – Mantan Ketua Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) Oesman Sapta Odang (OSO) mengusulkan agar DPD bisa menjadi salah satu lembaga yang bisa mengajukan Calon Presiden (Capres) dan Calon Wakil Presiden (Cawapres) pada Pemilu. Hal itu agar pencalonan Capres dan Cawapres tidak dimonopoli oleh partai politik (Parpol).
“Sudah seharusnya DPD menjadi salah satu saluran untuk mengajukan pasangan calon presiden dan wakil presiden yang berasal dari luar kader partai politik,” kata OSO di Jakarta, Minggu, 16 Mei 2021.
Ia mendorong wacana itu bisa masuk dalam rencana amandemen kembali UUD 1945 yang saat ini sedang di godok MPR. Dia meminta Ketua DPD AA La Nyalla Mahmud Mattalitti bisa memperjuangkan hal itu dalam amandemen UUD 1945.
Menurutnya, partai politik bisa mengusung kader terbaiknya untuk maju Capres dan Cawapres. Namun faktanya, ada juga calon-calon potensial di republik ini yang bukan kader partai.
“Lalu di mana salurannya? Padahal setiap warga negara berhak untuk memilih dan di pilih? Anggota DPR yang mewakili partai politik dan anggota DPD yang mewakili daerah sama-sama di pi lih oleh rakyat melalui pemilu. Mengapa pasangan calon presiden dan wakil presiden hanya bisa diajukan oleh partai politik?” tanya OSO yang juga Ketua Umum Partai Hanura.
Orde Baru
Di katakan OSO, pada masa Orde Baru, presiden dan wakil presiden di pilih oleh MPR, di mana di dalamnya ada representasi partai politik. Dan utusan golongan serta utusan daerah. Kemudian ada amandemen UUD 1945 sehingga presiden di pilih oleh rakyat. Tetapi anehnya, yang mengajukan hanya partai politik.
“Angggota MPR yang di luar partai politik untuk apa ada di Senayan. Padahal, saat ini, penjelmaan dari utusan daerah itu adalah DPD RI. Ini salah satu bukti bahwa sistem tata negara kita masih harus terus di lakukan perbaikan,” ujar OSO.
Dia menyebut sudah saatnya DPD RI menjadi pengusung calon presiden dan wakil presiden di luar kader partai politik. DPD RI bisa membuat konvensi untuk menjaring kader-kader terbaik bangsa yang bukan kader partai.
OSO juga menyinggung soal ambang batas pencalonan presiden oleh partai politik yang di patok dengan Presidential Threshold sebesar 20 persen. Menurutnya, hal itu sangat merugikan partai politik, karena partai terpaksa tidak bisa mengusung kader terbaiknya.
“Akibatnya, seperti kemarin, calon cuma dua pasangan. Dampaknya, masyarakat terbelah dengan sangat tajam. Yang rugi ya bangsa ini,” tutup OSO.