Jakarta, Suaranusantara.co – Istilah ‘Obstruction of Justice‘ mengemuka dalam kasus dugaan pembunuhan Brigadir Nofriansyah Joshua Hutabarat (Brigadir J). Khalayak ramai menyoroti kasus yang menjerat mantan Kadiv Propam Polri, Ferdy Sambo. Mengikuti sidang terbuka ini, masyarakat seperti sedang ikut ‘kuliah hukum’ secara langsung. Banyak ahli yang dihadirkan, baik dari pihak Jaksa Penuntut Umum (JPU) maupun Terdakwa, dan salah satunya adalah Prof. Agus Surono yang dihadirkan sebagai ahli pidana oleh tim kuasa hukum Terdakwa, yang diketuai oleh Hendriyoso Diningrat.
Agus menjadi salah satu ahli meringankan untuk salah satu Terdakwa, Irfan Widyanto, mantan Kabsubnit 1 Subdit Dittipidum Bareskrim Polri, yang juga peraih Adhi Makayasa sebagai Lulusan Terbaik Akpol 2010.
Melalui podcast ‘Ngobrol Hukum on Konstitusi; (NgoHoK), Agus memberikan penjelasan mengenai obstruction of justice’ yang merupakan istilah hukum dalam penanganan suatu kasus tindak pidana. Agus mengajak masyarakat untuk memahami bahwa dalam kasus ini ada dua tindak pidana, yang pertama adalah pidana pokok yakni kasus pembunuhan, dan yang kedua adalah obstruction of justice..
Obstruction of justice dianggap sebagai bentuk tindakan kriminal karena menghambat penegakan hukum dan merusak citra lembaga penegak hukum, Sehingga masuk sebagai salah satu jenis perbuatan pidana penghinaan terhadap pengadilan (contempt of court).
Pendapat Sebagai Ahli
Dalam persidangan, Agus menyampaikan pendapat selaku ahli bahwa seseorang yang didakwa menghalangi proses hukum harus memiliki niat khusus atau motif. Selain itu, juga harus ada unsur yang melandasi penilaian terhadap obstruction of justice.
Ketentuan mengenai tindakan menghalangi proses hukum ini terdapat dalam pasal 221 KUHP, yang berbunyi “mengancam dengan pidana, setiap orang yang menyembunyikan atau menolong seseorang yang melakukan kejahatan agar orang tersebut terhindar dari penyidikan atau penahanan“.
Sementara itu, Pasal 221 KUHP ayat (2) “mengancam dengan pidana, setiap orang yang memiliki maksud menutupi atau menghalang-halangi, atau mempersukar penyidikan atau penuntutan atas suatu kejahatan“.
Ini artinya diperlukan motif yang mendasari tindakan obstruction of justice yang dapat dianggap sebagai tindak pidana karena menentang asas fundamental dalam hukum pidana. Jadi si pelaku harus mengetahui bahwa suatu proses hukum akan atau sedang berlangsung pada saat itu, dan ada hubungan antara upaya menghalangi keadilan dan proses hukum. Sehingga perlu pembuktian dalam persidangan untuk dimintai pertanggungjawaban pidananya (Red/SN).