Nganjuk, Suaranusantara.co – PP Muhammadiyah mendorong pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT). Pembahasan RUU PPRT sudah 17 tahun tertunda di parlemen meski sudah masuk prolegnas.
“Ini RUU penting, harus diperjuangkan bersama-sama,” kata Sekjen PP Muhammadiyah, Abdul Mu’ti, saat beraudiensi secara daring dengan Komnas Perempuan, Institut Sarinah, Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (Jala PRT) dan JalaStoria, Rabu (15/9/2021).
Menurut Mu’ti, RUU PPRT sudah mendesak untuk disahkan karena memberi perlindungan hukum kepada PRT. Dia berharap DPR periode sekarang ini bisa menuntaskan pembahasan dan bersama pemerintah mengesahkan menjadi UU.
Turut hadir dalam audiensi virtual tersebut sejumlah petinggi PP Muhammadiyah yaitu, Trisno Raharjo, Nurul Barizah Aliyatul Ulya dan Busyro Muqodas. Selanjutnya Komisioner Komnas Perempuan Theresia Iswarini, Koordinator Jala PRT Lita Anggraeni, aktivis Jala PRT Aida Milasari dan Direktur Institut Sarinah Eva Sundari.
Trisno Raharjo mengapresiasi sikap aktivis perempuan yang terus mengawal RUU PPRT meskipun selama 17 tahun digantung DPR. Dia menilai DPR tidak tergerak mendorong RUU tersebut karena bukan RUU padat modal.
Sedangkan Nurul Barizah menyebutkan, RUU PPRT memberi perlindungan PRT karena rawan dieksploitasi. RUU ini bakal memastikan skema perjanjian antara pemberi dan penerima kerja.
“Asas musyawarah mufakat antara pemberi dan penerima kerja yang pola relasinya timpang sangat rawan diharapkan efektif,” ungkapnya.
Direktur Sarinah Institut Eva Sundari optimistis RUU PPRT bakal disahkan oleh DPR. Apalagi RUU ini sudah dibahas oleh Bamus dan Baleg DPR, bahkan mendapat dukungan dari banyak fraksi. Namun dia mengajak seluruh pihak untuk terus mengawal pembahasan RUU PPRT.
“Pimpinan DPR tidak punya hak diskresi untuk tidak menjadwalkan usulan RUU menjadi inisiatif Baleg. Biarkan paripurna memutuskan, bukan ketua yang tugas utamanya adalah juru bicara DPR,” kata Eva yang pernah duduk menjadi anggota Bamus dan Baleg DPR.
Theresia Iswarini meminta DPR dan pemerintah menjadikan pandemi Covid-19 sebagai momentum untuk mengesahkan RUU PPRT. Sebab pandemi turut memberi dampak bagi PRT yang mengalami PHK sepihak.
“Banyak PRT mengalami PHK sepihak tetapi tidak terproteksi termasuk tidak punya akses terhadap paket-paket bansos dari pemerintah karena mereka tidak tercatat oleh negara. Apalagi, KTP nya banyak dari daerah-daerah,” ujar Iswarini.
Sedangan Aisa Milasari mengingatkan RUU PPRT juga memberi perlindungan kepada pemberi kerja. “Para PRT terikat kontrak yang mengatur kewajiban-kewajiban dan hak-hak majikan yang harus dipatuhi PRT termasuk adanya standar ketrampilan yang harus dimiliki PRT,” tuturnya.
Lita Anggraini mengungkapkan, RUU PPRT juga memberi posisi kuat bagi pemerintah dalam melindungi pekerja migran. “Di Filipina, UU ini berdampak positif bagi kuatnya bargain pemerintah Filipina untuk melindungi para pekerjanya di luar ngeri. Kita juga berharap demikian kelak setelah RUU ini disahkan,” kata Lita.