Labuan Bajo, suaranusantara.co – Konflik tanah antara Mbehal dan Keluarga Mersi Mance terus bergulir, narasi pengklaiman pun disampaikan berdasarkan versi masing-masing. Meskipun dengan tegas Mersi Mance mengatakan bahwa Lengkong Warang itu adalah milik ulayat Rareng namun ia menghendaki agar tanah itu dapat menghasilkan uang. Lokasi konflik ini terletak di Lengkong Warang, Desa Tanjung Boleng, Kecamatan Boleng, Kabupaten Manggarai Barat.
Pernyataan Mersi ini membenarkan pernyataan Bonaventura Abunawan (Bona) bahwa tanah itu telah dijual oleh Herman Mance dan istrinya yang merupakan ayah dan ibu kandung Mersi Mance.
Mersi mengatakan bahwa tanah itu milik ulayat Rareng namun dalam pernyataan selanjutnya ia mengatakan warga Mbehal tidak hanya menduduki tanah itu, tetapi harus bisa menghasilkan uang.
“Kalau keluarga Mbehal hanya duduki lokasi tersebut, kapan itu jadi uang. Dan sampai kapan seperti itu terus. kapan ada hasilnya,” Tulis Mersi melalui pesan WhatsApp yang dikirim kepada media ini Rabu 16 Juli 2025
Lebih lanjut Mersi Mersi berpesan kepada warga Mbehal agar segera melakukan gugatan. Meskipun warga Mbehal melalui keterangan pemangku ulayatnya, Bonavantura Abunawan mengatakan bahwa tanah itu sudah lama dikuasai oleh orang Mbehal.
“Tindakan menduduki lokasi itu, tidak cukup mestinya ada langkah hukum. Kalau tidak ada upaya untuk menggugat. Sia-sia mereka berjuang. Hanya menghabiskan energi saja. Usia manusia, tidak seberapa. Buktikan bahwa tanah di Rangko itu milik keluarga Mbehal,” pesan Mersi kepada Mbehal
Pernyataan Mersi dalam berita sebelumnya, saat ditanyai apakah Herman Mance itu adalah ayah kandungnya, ia menjawab “Kalau itu saya tidak tahu,” Kata Mersi
Terhadap pernyataan itu, Mersi mengklarifikasi bukan bermaksud ia tidak mengakui ayah kandungnya tetapi baginya hal itu merupakan kesalahpahaman.
Maksud dia (Mersi) sesungguhnya adalah “Saya barusan baca berita yang dimuat itu. Point yang terakhir itu, bukanya saya tidak mengakui orang tua saya Herman Mance. Tapi saya tidak tahu terkait apakah orang tua saya yang mengangkat Abdullah Duwa, menjadi Tua Golo Rangko,” tulis Mersi melalui pesan WhatsApp kepada suaranusantara.co yang dikirimnya pada Sabtu 19 Juli pkl. 20.23, Wita.
Niat Mersi yang menginginkan agar tanah itu dapat menghasilkan uang membenarkan pernyataan Pemangku ulayat Mbehal, Bonavantura Abunawan (Bona).
Bona menerangkan bahwa tanah Lengkong Warang telah di jual oleh Mersi Mance, Herman Mance dan istrinya.
Atas dasar itu, Bona menegaskan bahwa ketiganya harus mempertanggungjawabkan tanah yang telah dijual kepada Pemerintah daerah Manggarai Barat serta kepada pihak lain.
“Mersi Mance itu seharusnya bertanggung jawab atas Penjualan tanah Ulayat Mbehal di Merot kepada Pemda Mabar yang sekarang jadi tanah TPU seluas 2,2 hektar yang sudah dianulir oleh Pemda Mabar. Dan Penjualan tanah Ulayat Mbehal di Merot juga seluas 2 hektar oleh Sisilia Nganung yaitu ibu kandung dari sdr Mersi Mance kepada seorang investor. Atas dasar apa sdr Herman Mance seorg warga kampung Rareng menjual tanah hutan milik Ulayat Mbehal itu. Demikian juga saudari Sisilia Nganung, atas dasar apa dia memiliki dan menjual tanah hutan milik Ulayat Mbehal sementara kedua orang suami-isteri itu adalah warga Kampung Rareng dan Sisilia Nganung itu hanyalah seorang ibu rumah tangga?,” ungkap Bona dengan lantang saat diwawancarai suaranusantara.co di rumah kediamannya di Golo koe Selasa (15/7/2025)
Bona mengatakan hal ini setelah ia mengkonfirmasi Sisilia Nganung, Ibu kandung dari Mersi terkait tanah yang telah dijualnya.
“Hal ini sy pernah konfirmasi kpd Sisilia Nganung itu sekitar tahun 2012. Mamanya Mersy Mance itu merespon Pembicaraan saya hanya dengan tangisan yg merintih,” lanjut Bona
“Jadi saya berharap agar saudara Mersi Mance dengan kawan-kawan orang-orang Rareng itu jangan mengarang bebaslah lalu berbuat sesuatu yg tidak benar hanya karena bernafsu untuk menjual tanah Lengkong Warang milik Ulayat Mbehal itu,” tambahnya
Bona juga mengatakan bahwa dirinya pernah ditemui oleh calon pembeli yang hendak membeli tanah itu, namun dibatalkan setelah mengetahui bahwa tanah itu milik ulayat Mbehal.
“Agen calon Pembeli tanah seluas 100 ha di Lengkong Warang itu sudah bertemu sy dan mengaku membatalkan Pembelian itu. Dia jelaskan bhw beberapa waktu yang lalu dia hampir menyerahkan uang DP sebesar Rp 5 milyar. Setelah dia paham bhw Lengkong Warang itu ternyata milik Ulayat Mbehal maka dia batalkan Pendekatannya kepada orang Rareng tapi uang biaya utk rapat terlanjur sudah diserahkan,” pungkas Bona
Sebagai pemangku ulayat Mbehal, Bona juga mempertanyakan status Abdulah Duwa orang Sulawesi sebagai tua golo Rangko yang telah membagi ratusan bidang tanah di Rangko.
“Tua Golo Rangko orang Bonerate itu namanya Abdulah Duwa yang tidak bisa diangkat sebagai tua golo dan tidak pernah ditugaskan untuk bagi tanah di Lengkong Warang. Saya pertanyakan siapa yang mengangkat Abdulah Duwa sebagai tua golo Rangko. Tanah di Lengkong Warang tetap dibagi oleh tua Panitia orang Rungkam tapi bukan tua Golo Rungkam,” ujar Bona
Bona menduga Herman Mance yang menunjuk Abdulah Duwa sebagai tua golo Rangko karena Mbehal tidak pernah mengangkat orang Bonerate yang tidak mempunyai hubungan apa-apa menjadi tua Golo di tanah ulayat Mbehal.
Selain itu Bona selaku mantan camat Boleng menilai bahwa konflik tanah di Boleng itu terjadi sejak Herman Mance menjabat sebagai Kepala desa Boleng.
“Ributnya masalah tanah di Desa Tanjung boleng terjadi sejak bapanya Mersi Mance menjadi Kepala desa tanjung boleng. Diduga Herman Mance menunjuk Abdulah Duwa sebagai tua Golo di Rangko yang sebetulnya di Rangko tidak ada tua Golo. Siapa Dula Duwa itu, orang Bone Rate, Nelayan, Suku Bajo tidak tau bahasa Manggarai tiba-tiba menjadi tua Golo,” pungkas Bona