Ruteng, Suaranusantara.co – Kampus Sekolah Tinggi Ekonomi (STIE) Karya Ruteng diduga melanggar Undang-Undang (UU) Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
Dugaan tersebut terungkap setelah salah seorang dosen berinisial LM membeberkan kepada media, fakta dirinya yang menerima keputusan pengosongan jam mengajar oleh pimpinan kampus.
Dalam keterangannya, LM yang sudah tujuh tahun mengabdi di kampus STIE Karya tersebut mengaku, dirinya mendapat keputusan pengosongan jam mengajar tanpa alasan yang jelas.
“Saya mendapat keputusan tersebut tanpa disertai alasan yang jelas dari pimpinan lembaga”, ungkapnya saat ditemui media ini, Rabu (19/3/2025).
Atas keputusan tersebut, LM merasa dikecewakan dan dirugikan. Ia menganggap karir akademiknya sebagai dosen diamputasi oleh pimpinan lembaga.
“Saya sangat kecewa sekali. Saya semacam tidak dianggap dan dihargai. Hak akademik saya sebagai dosen diamputasi,” ujar LM.
LM menjelaskan, tidak ada pemberitahuan dan penjelasan tertulis dari pihak kampus untuk keputusan yang diterimanya.
Tugas pokok sebagai Dosen, lanjut dijelaskan LM sudah ia penuhi, termasuk Beban Kerja Dosen (BKD) yang dilaporkan setiap semester.
LM menambahkan, awal mula dirinya mendapat keputusan pengosongan jam mengajar melalui Surat Keputusan (SK) yang diterbitkan pihak kampus pada bulan Februari tahun 2025.
Diceritakan LM, pihak kampus dalam SK awal yang dikeluarkan memberikan LM kewenangan untuk mengajar satu mata kuliah.
Tanpa komunikasi lebih lanjut, pihak kampus kembali menerbitkan SK terbaru dan secara sepihak mengosongkan jam mengajarnya.
Tidak diterima dengan keputusan tersebut, LM kemudian mengajukan keberatan melalui surat peninjauan kembali. Namun surat tersebut tidak ditanggapi.
“Saya sudah mengajukan surat keberatan untuk meninjau keputusan tersebut. Respon kampus minta saya tanda tangan surat pernyataan atau mengundurkan diri”, lanjutnya.
LM menuturkan, keberatan yang ia lakukan sangat beralasan dan sesuai aturan beban kerja dosen dengan jabatan fungsional Asisten Ahli.
Dalam aturannya, lanjut dijelaskan LM, jabatan fungsional menunjukkan kedudukan tugas, tanggung jawab dan hak seorang dosen dalam Tridharma.
Dalam aturan beban kerja dosen diatur ketentuan mengenai jabatan fungsional untuk pelaksanaan Tridharma diantaranya pengajaran minimal 9 SKS.
“Apa yg terjadi kepada saya sebetulnya mereka tidak paham aturan saja. Kalau paham aturan ya mereka tidak melakukannya”, ucap LM.
LM menilai pihak kampus telah melanggar UU Nomor 14 tahun 2025 tentang perlindungan guru dan dosen dan sejumlah aturan lainnya.
Kampus juga dinilai melanggar Pasal 60 UU Nomor 14 Tahun 2005 yang mengatur kewajiban dosen dan guru untuk melaksanakan pendidikan dan pengajaran.
Aturan melaksanakan tridharma juga diatur dalam pasal 1 ayat 9 dan 14 UU No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan.
Regulasi yang mengatur tentang dosen juga termuat dalam Peraturan Pemerintah No. 37 tahun 2009.
Dan terbaru, Permendikbud Ristek No. 44 tahun 2024 juga mengatur tentang Profesi Dosen, Karier dan Penghasilan Dosen.
“Keputusan kampus tersebut cacat hukum karena melanggar aturan perundang-undangan yang berlaku”, tambahnya.
Menanggapi keterangan yang disampaikan LM, media ini kemudian menemui pihak kampus untuk mengklarifikasi kebenaran informasi tersebut.
Ditemui diruang kerjanya pada Jum’at (21/3/2025), Ketua Pelaksana Harian STIE Karya Ruteng Kirenius Conny Watang, enggan memberikan komentar.
Conny mengaku akan menyampaikan klarifikasi dan tanggapan setelah melaksanakan rapat bersama Yayasan dan pengurus kampus lainnya.
“Mohon ma’af saat ini kami belum bisa berkomentar. Nanti akan kami sampaikan”, tutupnya.
Penulis: Patris Agat