Jakarta, Suaranusantara.co – Sarah Gilbert tak sendirian dalam proses menemukan vaksin AstraZeneca (AZ) untuk menangkal Covid-19. Ia di bantu sejumlah peneliti dari berbagai latar belakang, termasuk Indra Rudiansyah yang berasal dari Indonesia.
Sosok Sarah Gilbert baru-baru ini viral di media sosial karena mendapatkan penghormatan khusus saat menonton pertandingan tenis Wimbledon.
Ia bersama sejumlah rekannya berjasa pada kemanusiaan dengan menciptakan AZ, vaksin Covid-19 termurah yang di pakai di berbagai negara.
Ternyata, ada andil anak bangsa Indonesia dalam riset yang dilakukan di Universitas Oxford, Inggris ini. Indra Rudiansyah, mahasiswa doktoral salah satu kampus tertua di dunia ini, tergabung dalam tim Jenner Institute pimpinan Sarah.
Tim ini bekerja keras sejak 20 Januari 2020 untuk menguji coba vaksin virus corona di Pusat Vaksin Oxford. Kala itu, para peneliti kekurangan SDM untuk menjalankan riset dengan urgensi tinggi ini. Semua orang di perbolehkan bergabung untuk mempercepat proses produksi vaksin ini.
Indra Rudiansyah, yang sedang menerima beasiswa LPDP, lalu masuk ke tim untuk membantu uji klinis. Ia bertugas menguji antibody response dari para relawan yang sudah di vaksin.
Kepercayaan ini di berikan berkat pengalaman dia terlibat dalam pengembangan vaksin rotavirus dan novel polio di Biofarma setelah lulus dari Institut Teknologi Bandung (ITB).
“Saya tentunya sangat bangga bisa tergabung dalam tim untuk uji klinis vaksin Covid-19 ini. Meskipun ini bukan penelitian utama untuk thesis saya,” ujanya.
Indra memang sedang menjalani pendidikan S3 Clinical Medicine di Universitas Oxford dengan penelitian thesis terkait vaksin malaria.
Namun, langkahnya di ambil sebagai sikap nyata untuk berpartisipasi dalam pembuatan vaksin yang sedang di butuhkan banyak orang.
Ia juga tampil dalam video perkenalan tim riset yang di rilis Deutsche Bank pada Februari lalu. Lewat publikasi itu, masyarakat kemudian menyadari sosok peneliti muda yang membanggakan ini.
Menjamin vaksin di produksi dengan benar
Vaksin AstraZeneca merupakan salah satu yang pertama kali di pakai di Indonesia, selain Sinovac. Sayangnya, program vaksinasi di Indonesia masih belum berjalan lancar karena berbagai sebab. Masih banyak masyarakat yang meragukan efektivitas vaksin ini, karena di anggap produksinya terlalu kilat dan berbagai kecurigaan lainnya.
Sebagai orang yang terlibat langsung dalam produksinya, pemuda Bandung ini menjelaskan vaksin AZ di buat dengan proses yang layak dan sesuai.
Proses pengembangan vaksin ini hanya membutuhkan waktu enam bulan sudah menghasilkan data uji preklinis dan initial data untuk safety serta imunogenitas pada manusia.
Studi di lakukan terhadap 560 orang dewasa yang sehat, termasuk 240 orang berusia di atas 70 tahun.
“Biasanya untuk vaksin baru paling tidak memerlukan waktu lima tahun hingga tahapan ini,” ujar alumnus S2 Bioteknologi ITB dengan Fast Track Program itu.
Hasilnya, vaksin AstraZeneca lebih dapat di toleransi pada orang yang lebih tua daripada orang dewasa muda. Meski harganya termurah, efikasi atau kemanjurannya tergolong tinggi, termasuk mencegah infeksi varian Delta.
Indra juga menambahkan, vaksin yang beredar saat ini berstatus emergency used sehingga clinical trial masih terus berjalan. Pasien yang sudah di vaksinasi akan terus di pantau untuk mendapatkan data lebih lanjut tanpa menghilangkan prinsip utamanya untuk mengurangi dampak infeksi Covid-19. (kompas)