Jakarta, Suaranusantara.co – Emirsyah Satar merasa dibebankan “dosa” Garuda. Melalui kuasa hukumnya, Boy Afrian Bondjol, Emir mengaku, ditimpakan persoalan Garuda yang merugi hingga Rp70 triliun pada 2021 melalui perkara korupsi pengadaan pesawat ATR 72-600 yang didorong Menteri BUMN Erick Thohir dan tengah diselidiki oleh Kejaksaan Agung (Kejagung).
Boy mengeritisi sikap Erick yang menyerahkan audit investigatif BPKP kepada Jaksa Agung, ST Burhanuddin, pada pekan lalu dan mendorong agar penyelidikan pengadaan pesawat ATR 72-600 dipercepat. Penyerahan data tersebut menyudutkan Emir yang kini mendekam di Lapas Sukamiskin dalam perkara suap dan pencucian uang pengadaan pesawat serta mesin dari Airbus dan Rolls-Royce.
“Terkesan klien kami sudah di-framing terlibat perkara korupsi,” kata Boy, dalam konferensi pers, di Jakarta, Senin (17/1/2022).
Menurut Boy, ketika Emir melepas jabatan Dirut Garuda pada Desember 2014, utang perusahaan yang tersisa sebesar USD2,2 miliar. Sementara pada 2021 utang Garuda membengkak enam kali lipat menjadi USD13 miliar atau Rp188 triliun.
“Dengan adanya pemberitan ini utang yang hampir Rp200 triliun semata-mata kesalahan Pak Emir. Ini tidak fair menurut saya,” tutur Boy.
Boy turut menyinggung pengadaan pesawat ATR 72-600 merupakan keputusan jajaran direksi serta komisaris Garuda. Bahkan kebijakan tersebut tetap dilanjutkan oleh Dirut Garuda selanjutnya.
Dia juga menyebutkan, pengadaan pesawat tersebut awalnya untuk Citilink. Namun jajaran direksi pula yang memutuskan agar Garuda mengambil alih. Jajaran komisaris Garuda yang didalamnya terdapat unsur dari pemerintah turut mengetahui kebijakan ini.
“Penggiringan opini yang terjadi di media seolah-olah hanya klien kami yang menjadi pelaku dalam perkara ini, walaupun kasus ini masih dalam tahap proses penyelidikan oleh Kejagung,” kata Boy.
Dia mengapresiasi sikap Kejagung yang bersikap netral terkait penyelidikan kasus ini. Namun dia kembali menekankan bahwa pengadaan pesawat tersebut murni keputusan bisnis yang mengacu pada rencana kerja perusahaan dan perseroan sekaligus mendukung program Masterplan Percepatan Percepatan Pembangunan Ekonomi Indonesia Tahun 2011 – 2025 (MP3EI) dari pemerintah.
Kejagung memulai penyelidikan kasus ini pada 15 November 2021 berdasarkan Surat Perintah Penyelidikan Nomor Print-25/F.2/Fd.1/11/2021. Kasus yang diselidiki terkait pengadaan berupa pembelian dan sewa 50 pesawat ATR 72-600, seera pembelian dan penyewaan pesawat CRJ 1000 sebanyak 18 unit pesawat.
Emirsyah Satar telah dimintai keterangan dalam kasus ini oleh tim penyelidik Kejagung. Belakangan Erick menyerahkan data tambahan berupa hasil audit investigatif kepada Jaksa Agung terkait penyelidikan kasus tersebut.