
Rumah Adat
Deretan rumah adat yang tertata rapi dan kegiatan ritual yang terus di pertahankan turun-temurun merupakan lukisan hidup masyarakat Bali. Lingkungan sekitar desa bukan hanya sejuk dan asri, tetapi juga bersih dan penduduknya ramah. Desa ini sangat unik, dan bisa jadi tidak ada di daerah lain. Maka dari itu, wisatawan yang datang akan mendapatkan banyak pengetahuan dan wawasan baru, terutama yang berkaitan dengan arsitektur adat, tata desa, dan juga kebiasaan adat masyarakat setempat.
Konsep Tata Kelola Tradisional
Saat memasuki gerbang desa ini suasana asri dan penataan yang simetris begitu kentara. Jalan utama desa tersusun rapi dari batu dengan rumah-rumah penduduk desa pada sisi kanan-kirinya. Wisatawan lokal maupun asing datang dan pergi silih berganti. Beberapa masuk ke pekarangan rumah warga sekedar melilhat-lihat atau mengambil gambar dengan kamera. Tata ruang pemukiman adat di Desa Penglipuran menggunakan konsep yang menerapkan prinsip Trimandala, yang secara fungsi sesuai tingkat kesucian masing-masing terbagi menjadi tiga ruang. Yaitu ruang utama, madya, dan nista, yang letaknya membujur dari bagian utara yang melambangkan unsur gunung, sampai ke selatan sebagai melambangkan unsur laut. Pada bagian tengah terbentang jakan setapak dengan format lurus berundak sebagai poros tengah yang membelah ruang madya. sedangkan arsitektur rumah para penduduk nampak seragam tapi tak sama. Setiap rumah memiliki sebuah pintu gerbang, di sebut angkul-angkul, di lengkapi gapura dan di sekitar rumah pasti ada pura kecil untuk tempat sembahyang.
Penduduk Desa
Saat ini, desa ini kurang lebih dihuni oleh sekitar 226 kepala keluarga. Penduduk di desa ini sebagian besar bermata pencaharian sebagai pengrajin anyaman bambu, peternak dan petani. Semua profesi ini adalah profesi yang dekat dengan alam dan memanfaatkan alam dengan cara yang semestinya. Jauh berbeda dengan gaya hidup kota besar yang penuh kebisingan dan hiruk pikuk, Desa Penglipuran bukannya menolak peradaban moder, namun karena desa ini masih sangat menghargai kebudayaan warisan luluhur. Prestasi yang di raih desa ini antara lain penghargaan Kalpataru pada tahun 1995 sebab masyarakat setempat di anggap mampu menyelamatkan lingkungan, mempertahankan dan memelihara 75 ha hutan bambu dan 10 ha lahan lain yang menjadi ciri khas desa, serta mampu mempertahankan adat budaya para leluhur dan tata kota serta bangunan tradisional yang ada.
Seluruh bagian rumah memiliki makna yang lebih dari sekadar fungsinya. Satu kavling hunian terdiri dari beberapa rumah. Hanya anak laki-laki pertama dari sebuah keluarga besar yang bisa mewarisi rumah utama dalam satu kavling hunian. Apabila anak laki-laki pertama berkeluarga sementara orang tuanya masih hidup, maka orang tua akan memberikan anjungan utama kepada sang anak.