Kupang, Suaranusantara.co – Sidang kasus dugaan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pengelolaan aset tanah milik Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat di Kerangan, Labuan Bajo terus berlangsung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Kupang.
Pada Rabu 21 April 2021, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan saksi. Yakni Yuvianti Suki selaku Kepala Seksi Pengukuran Kanwil dan Resdiana Ndapamerang selaku Kepala Bidang Pemetaan dan Pengukuran Kanwil Badan Pertanahan Nasional di Pengadilan Tipikor Kupang.
Sidang Tipikor itu berlangsung secara virtual. Proses di pimpin oleh Hakim Ketua Wari Juniati dan di dampingi Hakim Anggota Ibnu Koliq dan Gustaf P. Marpaung. Yang berlangsung terhadap beberapa terdakwa atas nama Agustinus Ch. Dulla, Ambrosius Syukur, Marthen Ndeo, Caitano Soares dan Abdullah Nur. Serta terdakwa lainnya yaitu Afrizal, Muchamad Achyar, Vernika Syukur dan Theresia Dewi Koroh Dimu. Masing-masing terdakwa mengikuti sidang dari rutan dan lapas Wanita Kupang.
Dalam keterangan di persidangan, saksi Yuvianti Suki usai membaca bukti tanda terima berkas permohonan pengukuran dan pensertifikatan tanah yang di ajukan penasihat hukum terdakwa. Selain juga membenarkan dan menerangkan bahwa permohonan pensertifikatan tanah yang di ajukan oleh Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat berupa dokumen tanah yang di serahkan fungsionaris adat adalah salinan.
Data Yuridis
Hal ini sesuai dengan keterangan saksi Resdiana Ndapamerang dalam kesaksiannya di persidangan menerangkan data yuridis dalam dokumen permohonan pengukuran dan pensertifikatan yang di ajukan Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat melalui BPN Manggarai Barat berupa surat pelepasan hak atas tanah adat 1997 dan surat pernyataan fungsionaris adat Nggorang tahun 1998 salinan bukan asli.
“Dalam permohonan ada data yuridis fotocopy yang di legalisir,” kata Resdiana.
Beny K.M Taopan, selaku penasihat hukum dari terdakwa Ambrosius Syukur dalam keterangannnya menegaskan bahwa surat pelepasan hak atas tanah pada tahun 1997 dan surat pernyataan tahun 1998 oleh H. Ishaka dan Haku Mustafa selaku fungsionaris adat Nggorang senyatanya tidak ada yang asli dan tidak di tandatangani oleh Gaspar Parang Ehok, Bupati Manggarai saat itu, sebagaimana surat pernyataannya pada 22 Oktober 2014.
“Permohonan yang di ajukan oleh Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat yang diwakili oleh Kabag Tatapem saudara terdakwa Ambrosius Syukur, oleh karena luasan 30 Ha. Maka menjadi kewenangan Kanwil BPN Provinsi NTT dan berkas-berkas yuridis (surat pelepasan hak dan surat pernyataan fungsionaris adat). Yang di mohonkan ke Kanwil BPN Provinsi itu fotocopy yang di legalisir dari fotocopy. Jadi tidak benar kalau itu asli. Ini sudah sesuai dengan bukti yang di sita oleh JPU dan telah pula di ajukan dalam persidangan,” ungkap Beny.
Menurutnya, tanah yang di serahkan oleh fungsionaris adat kepada Pemerintah Kabupaten Manggarai pada tahun 1997 sudah di serahkan terlebih dahulu kepada Nikolaus Naput pada tahun 1991 dan Niko Naput mengantongi surat pelepasan hak dan bukti kwitansi yang asli kesemuanya telah di sita oleh penyidik.
“Jadi bidang tanah yang sedang di sengketakan sekarang sudah di serahkan terlebih dahulu kepada Nikolaus Naput pada tahun 1991. Penyerahan itu ada bukti asli dan kwitansi pembayaran tanah tersebut juga asli. Semua bukti-bukti ini sudah di ajukan dalam persidangan,” tutur Beny.
Bukti
Untuk di ketahui, bukti yang di hadirkan oleh JPU berupa fotocopy surat pelepasan hak atas tanah. Yang di tujukan kepada Pemerintah Kabupaten Manggarai tahun 1997 tidak mencantumkan luas dan batas-batas. Lalu surat pernyataan tahun 1998 terkait pelepasan hak atas tanah kepada Pemerintah Kabupaten Manggarai oleh H. Ishaka dan Haku Mustafa. Yaitu selaku fungsionaris adat Nggorang telah hilang pada Tahun 2003 dan telah pula di laporkan kehilangannya kepada pihak kepolisian pada Tahun 2014 di Polres Manggarai Barat.
Beny menerangkan, terkait dengan kabar dalam pemberitaan media sosial melalui portal berita online yang beredar akhir-akhir ini. Bahwa alas hak asli dalam permohonan pensertifikatan tanah Pemerintah Kabupaten Mangarai Barat tidak sesuai fakta yang terungkap dalam persidangan.
Kemudian ia mengatakan alas hak yang di mohonkan oleh Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat pada 8 April 2015 untuk pensertifikatan tanah Pemerintah Kabupaten lokasi di Kerangan sesungguhnya hanyalah legalisir fotocopy dari fotocopy di Pengadilan Negeri Labuan Bajo.
Beny menambahkan, selain bukti-bukti di atas, sket asli tanah Kerangan, Labuan Bajo yang di serahkan kepada Pemerintah Kabupaten Manggarai seluas kurang lebih 30 hektar. Yang di buat oleh Muhamad Adam Djuje selaku penata tanah barulah di sita oleh penyidik. Yaitu pada saat dil akukan penyidikan kasus ini di Labuan Bajo.
Selanjutnya, atas peta bidang seluas 28 hektar. Yang di tandatangani oleh Resdiana Ndapamerang selaku Kepala Bidang Pengukuran dan Pemetaan Kanwil Pertanahan Provinsi NTT. Yang di revisi perubahan luasannya menjadi 24 hektar. Oleh karena dalam peta bidang tanah Pemerintah Kabupaten seluas 28 Ha terdapat peta bidang milik masyarakat.