Oleh: Anna Saraswati FH Universitas Al-Azhar Indonesia
Berlin, Suaranusantra.co – Penghancuran Tembok Berlin pada tahun 1989 menjadi simbol kemenangan demokrasi liberal. Setelah hancurnya tembok pemisah tersebut, terjadi reunifikasi Jerman.
Dalam seremoni peringatan ke-30 peruntuhan Tembok Berlin, Kanselir Jerman Angela Merkel menyampaikan upayanya dalam mengelola dan mempertahankan demokrasi. Ia menyatakan, bahwa tidak ada tembok tinggi yang menghalangi dan membatasi masyarakat dari kebebasan dan tidak ada yang dapat meruntuhkannya.
Bangunan Tembok Berlin terbentang sepanjang 155 km di kota Berlin. Tembok pembatas yang ada sejak tanggal 13 Agustus 1961 dulunya lengkap dengan menara penjaga serta daerah terlarang yang berisi ranjau kendaraan. Sehingga penduduk Jerman Timur tidak dapat bermigrasi begitu saja dengan mudahnya ke Jerman Barat.
Berliner Mauer atau Tembok Berlin diruntuhkan pada 9 November 1989. Masyarakat Jerman Barat dan Jerman Timur merayakan sebagai lenyapnya pembatasan kebebasan migrasi dengan beramai-ramai memanjat dinding tersebut. Pemberitaan di TV tentang banyaknya penduduk yang mulai menghancurkan bagian tembok membuat banyak orang di luar negeri berpikir bahwa tembok ini akan roboh secepatnya. Tapi sebenarnya, tembok ini tetap mendapat penjagaan meskipun lingkupnya semakin kecil.
Destinasi Bersejarah
Kini tembok bersejarah tersebut menjadi salah satu destinasi wisata sejarah. Pihak militer Jerman Timur malah berusaha memperbaiki kembali tembok yang hancur. Kemudian seiring berjalannya waktu, tindakan ini dihentikan dan para penjaga semakin toleran dengan aksi penghancuran tembok dan perginya penduduk melalui tembok yang lubang.
Tanggal 13 Januari 1990, tembok ini resmi di hancurkan oleh militer Jerman Timur, mulai dari Bernauer Straße. Penghancuran tembok ini lanjut setelah Reunifikasi Jerman hingga selesai bulan November 1991. Hanya sedikit bagian tembok dan menara tetap di pertahankan sebagai tempat bersejarah. Setelah runtuh, masih ada sisa-sisa tembok yang penuh dekorasi mural warna-warni dan graffiti penuh kenangan dan sejarah. Setiap coretannya menggambarkan ekspresi kepahitan akibat ketegangan politik yang banyak mengorbankan jiwa manusia. Karena keindahan seninya tempat ini mendapat julukan East Side Gallery. (Red/SN | Redaksi: Alex Madji)