Ruteng, Suaranusantara.co – Sikap Bupati Manggarai Herybertus G. L. Nabit yang menerbitkan Surat Keputusan (SK) Penetapan Lokasi (Penlok) geotermal atau panas bumi di wilayah Poco Leok, karena takut diberhentikan Presiden menuai kritik.
Sebelumnya, Bupati Nabit mengatakan SK Penlok Geotermal di Poco Leok yang diterbitkan pada 01 Desember 2022, dilakukan karena mengikuti arahan Pemerintah Pusat.
Hal tersebut ia sampaikan dihadapan perwakilan masa aksi demonstrasi saat beraudiensi di Aula Nuca Lale Kantor Bupati Manggarai, Senin (3/3/2025).
Bupati Nabit menjelaskan, semua kepala daerah yang menolak Proyek Strategis Nasional (PSN) pada saat itu bisa diberhentikan.
“Tolong pahami juga posisi saya dalam 2-3 tahun yang lalu”, jelas Nabit
Sikap Bupati Nabit tersebut mendapat kritik dari sejumlah kalangan, salah satunya dari Praktisi Hukum, Siprianus Edi Hardum.
Dihubungi media ini pada Jum’at (7/3/2025), Edi menjelaskan, sikap Bupati Nabit tersebut menunjukkan keegoisannya yang lebih mementingkan jabatan, dibandingkan kepentingan rakyat.
“Hery Nabit tidak memahami, tidak mengerti bagaimana proses seorang kepala daerah itu dipecat. Ya, dia takut sekali. Kalau dia memahami, jawabannya tentu tidak seperti itu”, tegas Edi.
Edi beranggapan, penolakan dari masyarakat adat Poco Leok bisa dijadikan pertimbangan untuk mencabut SK tersebut.
Ia juga menilai, langkah Bupati Nabit yang menggandeng langsung PLN sebagai pemodal adalah pilihan yang keliru.
“Saya menduga, Hery Nabit sudah mendapat untung dari proyek ambisius ini”, ucapnya.
Edi juga membantah alasan Bupati Nabit yang menerima Geotermal dengan dalih PSN.
Menurutnya, semua proyek yang disebut strategis tingkat nasional atau tingkatan apapun, harus melalui sosialisasi dan melibatkan masyarakat.
“Dalam negara demokrasi, pembangunan itu harus bersifat partisipatif dan bersifat bottom up, bukan top down“, ujar Edi.
Tidak transparan dalam tahapan yang dilakukan adalah indikasi kuat bahwa Hery Nabit telah melakukan pelanggaran terhadap asas-asas Pemerintahan.
Edi juga menilai seluruh tahapan dalam penentuan SK tersebut cacat prosedur karena tidak melibatkan masyarakat setempat.
“Ini patut diduga Hery Nabit melakukan korupsi, kolusi dan nepotisme. Ada kongkalikong disana”, tutup Edi.
Penulis: Patris Agat