Ruteng, Suaranusantara.co – Pengurus Pusat Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PP PMKRI) St. Thomas Aquinas Periode 2024-2026 ikut angkat bicara terkait masalah larangan ibadah yang dialami Jema’at Gereja Santo Yohanes Rasul di Arcamanik, Bandung, Jawa Barat.
Yohanes Nardi Nandeng, Presidium Hubungan Masyarakat Katolik (PHMK) PP PMKRI menjelaskan, kebebasan beragama merupakan hak yang mesti dijamin dan dilindungi Negara.
Lanjut dijelaskan Nardi, PP PMKRI meminta semua pihak untuk bersama menjaga kebhinekaan dan menjunjung tinggi sikap toleransi antar sesama pemeluk Agama
“PP PMKRI berkomitmen untuk terus memperjuangkan kebebasan beragama di Indonesia”, jelas Nardi.
Nardi menambahkan, tindakan intoleransi tersebut bertentangan dengan prinsip-prinsip demokrasi dan pluralisme yang menjadi dasar negara.
Karena itu, Ia meminta Negara ikut terlibat dalam menyelesaikan persoalan tersebut. Hal ini mendesak untuk dilakukan agar kejadian serupa tidak terulang kembali.
“Kementrian Agama mesti hadir dan mengambil langkah solusi terkait masalah pelarangan ibadat bagi umat agama katolik ini”, tambahnya.
PP PMKRI juga mengajak seluruh elemen masyarakat untuk berdiri bersama dalam menjaga hak-hak setiap individu beribadah dengan bebas dan aman.
Untuk diketahui, beberapa waktu lalu, publik dihebohkan oleh sebuah video yang beredar, tampak sekelompok warga sedang melakukan aksi demonstrasi melarang penggunaan Gedung Serba Guna (GSG) Arcamanik, pada Rabu (5/3/2025).
Sekelompok warga tersebut melangsungkan demonstrasi saat umat Katolik Arcamanik sedang merayakan perayaan ekaristi Rabu Abu sebagai awal memasuki masa Paskah.
Tidak hanya sekali. Aksi serupa juga dilaksanakan sebelumnya pada Minggu (2/3/2025)
Menurut sekelompok pendemo tersebut, GSG Arcamanik merupakan tempat fasilitas umum dan fasilitas sosial yang digunakan untuk kepentingan umum, bukan untuk tempat ibadah bagi umat agama katolik.
Sedangkan pihak gereja meyakini jika lahan dan bangunan itu termasuk dalam wilayah Kelurahan Sukamiskin, Kecamatan Arcamanik dan sejak awal tercatat sebagai aset yang digunakan untuk beribadah.
Awalnya, pada 1988, atas nama Yosep Gandi, saat itu pastor Paroki Santa Odilia, sebelum dihibahkan dan disertifikatkan sebagai hak milik Persatuan Gereja Amal Katolik (PGAK) Santa Odilia pada Juni 2024 lalu.
Berikutnya, menurut pihak Gereja, tidak pernah GSG Arcamanik berfungsi sebagai fasilitas umum dan fasilitas sosial. Fasilitas tersebut digunakan sebagai tempat Ibadah sesuai kebijakan Keuskupan Bandung.
Sementara itu, PMKRI Cabang Bandung St. Thomas Aquinas juga menyayangkan terjadinya kejadian tersebut.
Ketua Presidium, Philogonius Erland Belauw dengan tegas menolak dan mengutuk segala bentuk diskriminasi terhadap hak beragama.
Erland mendesak Pemerintah Kota Bandung untuk memberikan jaminan serta perlindungan penuh terhadap hak-hak fundamental warga negara yang mengalami tindakan diskriminasi.
“Sangat kita sayangkan, kejadian ini mesti menjadi bahan refleksi bersama. Hal tersebut tidak boleh terjadi lagi”, ujar Erland.
Hingga berita ini diterbitkan, Kementrian Agama (Kemenag) belum mengambil sikap yang jelas.
Mentri Agama, Nasaruddin Umar menjelaskan pihaknya akan mempelajari terlebih dahulu dugaan tindakan intoleran tersebut.
“Coba nanti kami pelajari dulu ya”, tutup Nasaruddin.
Penulis: Patris Agat