Penulis: Dr. Fokky Fuad Wasitaatmadja, Akademisi Universitas Al Azhar Indonesia
Perilaku Eksploitatif Manusia
Manusia adalah makhluk dunia, sejak Nabi Adam ditempatkan di bumi dan memiliki kewajiban untuk mengolah dan memakmurkannya. Dunia bukan sekedar alam tanpa makna, ia adalah sebuah kreasi Tuhan yang menjadi sebuah objek ladang hidup manusia. Dunia yang terolah, termakmurkan oleh tangan-tangan manusia dan kini berkedudukan sebagai khalifah acapkali melarutkan manusia untuk menikmatinya, mempertahankannya, hingga memunculkan pembunuhan atas manusia lainnya.
Konflik hingga perang dijalankan dalam peradaban manusia guna meraih penguasaan atas beragam sumber alam yang ada di bumi. Ketaksadaran atas fungsi utamanya memakmurkan dan bukan mengeksploitasinya muncul sejak awal manusia hadir yaitu sejak terjadinya peristiwa pembunuhan Qabil terhadap Habil putra Adam a.s. Sejak itulah manusia terus berupaya menguasai dan menundukkan dunia beserta segenap manusia yang ada di dalamnya.
Manusia tidak pernah puas untuk selalu menundukkan, menguasai, mengeksploitasi dengan segenap dampak yang dimunculkannya. Manusia yang sudah melupakan hakikatnya sebagai khalifah sang pemakmur bumi (Qs.[2]:30)
Manusia yang sudah terlupakan bahwa ia tercipta untuk tunduk pada kehendakNya (Qs.[51]:56).
Jiwa Manusia
Manusia yang terus berupaya untuk menundukkan dengan sikap egonya, menurutkan segenap kehendak menguasai hingga mendstruksi beragam objek hidup yang dibutuhkan oleh manusia lainnya (Qs.[30]:41).
Segenap sikap eksploitatif di atas, menunjukkan bahwa segenap jiwa manusia terikat oleh dunia. Ia bukan menundukkan tetapi justru tertundukkan oleh keindahan dunia. Manusia berubah menjadi objek yang dikendalikan oleh dunia. Sejatinya, manusia yang mengendalikan tetapi ia menjadi yang terkendalikan dan tertundukkan. Terpesona dan melenakannya akan segala permainan dunia, ia menjadi subjek yang larut bukan subjek yang mengendalikan dan memakmurkan (Qs.[6]:32).
Ramadhan hadir melalui sebuah metodologi puasa, diikuti oleh turunnya Kitab Suci al-Qura’an. Puasa Ramadhan mampu membebaskan manusia, bukan sekedar menahan diri dari haus dan lapar. Maknanya jauh lebih dari itu. Ketika ia mampu mengendalikan ego dengan menahan segenap kehendak hati dari tarikan-tarikan duniawi.
Imam Al-Ghazali menjelaskan bahwa puasa memiliki jenjang bertingkat: puasa umum, puasa khusus, dan khusus al khusus (Jabbar, 2022). Puasa umum adalah puasa seseorang yang menahan diri dari rasa haus dan lapar. Puasa khusus adalah puasanya seseorang dari ucapan yang tidak bermanfaat. Sedangkan puasa khususil khusus adalah puasanya seseorang dengan menahan hati dan pikirannya dari selain Allah.
Bagaimana Ramadhan dapat membebaskan manusia? Klik halaman selanjutnya