Jakarta, Suaranusantara.co – Program makan siang gratis yang dicanangkan oleh calon presiden dan wakil presiden Prabowo-Gibran mendapat sorotan dari masyarakat luas. Hal ini tidak terlepas dari beberapa komentar para menteri Jokowi yang mengungkapkan bahwa dalam rapat terakhir para menteri dengan presiden Jokowi, program makan siang gratis ini dibahas juga supaya bisa dimasukkan dalam anggaran APBN tahun 2025. Airlangga Hartarto sebagai salah anggota tim pemenang pasangan Prabowo-Gibran dalam pilpres 2024, yang sekaligus Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Indonesia periode 2019-2024 mengungkapkan bahwa makan siang gratis di sekolah diwacanakan akan menggunakan dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah).
Pernyataan Airlangga Hartarto ini mendapat banyak tanggapan dari berbagai pihak. Direktur Eksekutif Institute For Development of Economics and Finance (Indef) Esther Sri Astuti mengatakan rencana pemerintah menggunakan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) untuk mendanai program makan siang gratis akan menggerus dana pendidikan. Porsi anggaran untuk pendidikan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah 20 persen. Namun meskipun demikian, kata Esther porsinya dari produk domestik bruto atau PDB hanya berkisar tiga sampai empat persen.
Jika melihat postur dana BOS yang ada sekarang, pembiayaan makan siang gratis menggunakan dana BOS sangat tidak memungkinkan untuk dilakukan karena akan menganggu yang lain. Hal yang paling memungkinkan jika menggunakan dana BOS adalah adanya dana BOS spesifikasi khusus untuk menyediakan makan siang bagi siswa-siswi di sekolah.
Dengan adanya BOS Spesifikasi ini maka perlu ada rekening terpisah antara penyaluran BOS Reguler dan BOS Spesifik. Pemisahan ini dilakukan agar ada evaluasi dan pemantauan yang jelas atas pembiayaan program tersebut.
Bagi Esther, program makan siang gratis ini tidak bersifat produktif, tetapi konsumtif. Artinya, masih kurang menyentuh akar pengembangan kualitas sumber daya manusia atau SDM yang ada di masing-masing satuan pendidikan.
“Kalau dana pendidikan saja masih kecil terus dikurangin lagi. Kalau menurut saya ya lebih baik programnya itu yang sifatnya produktif gitu, kalau ini kan konsumtif. Multiplier effect-nya hanya bisa dirasakan pada jangka pendek,” katanya. (Oris/SN)