Jakarta, Suaranusantara.co – Pencarian keadilan berlanjut, Ferdy Sambo (FS) memutuskan naik banding. Demikian pula halnya dengan Putri Chandrawathi, Ricky Rizal wibowo, dan Kuat Ma’ruf.
Jadi, belum, ini semua belum berakhir. Belum case closed. FS masih memiliki kesempatan untuk mengajukan banding. Bahkan kalau masih belum puas, FS pun masih bisa menempuh jalur hukum dengan mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung.
Saya masih penasaran dengan kasus ini, sebab nampaknya belum sepenuhnya terang benderang. Sementara menurut majelis hakim di PN Jakarta Selatan, keterangan para saksi, yang pada saat yang sama juga berkedudukan sebagai terdakwa, diantaranya ada yang tidak berkesesuaian dengan keterangan FS.
Saya mencoba menganalisa secara obyektif dengan membayangkan kepanikan FS pada saat kejadian, yang berlangsung begitu cepat, sebagaimana pembelaan yang ia sampaikan di muka pengadilan.
Masih agak sulit untuk memastikan bahwa FS melakukan pembunuhan berencana. Status high profile sebagai salah seorang pejabat utama dan perwira tinggi di korps kepolisian, lengkap dengan sederet gelar yang ia sandang ini menunjukkan bahwa FS sarat pengalaman, wawasan dan skills di bidangilmu hukum.
Tambahan lagi, dengan jam terbang yang tinggi dan capaian prestasi menangani beberapa kasus besar yang terjadi di Indonesia, bahkan hingga memperoleh penghargaan dari Kapolri. Tentunya FS sangat terlatih dalam berpikir dan bertindak cepat, menyiapkan rencana strategis ketika masih aktif berdinas dan bertugas sebagai anggota Polri.
Rekayasa Skenario
Dengan latar belakang pendidikan dan pengalamannya ini, tentu terbayang bila FS dengan cepat dapat ‘merekayasa’ skenario tembak-menembak. Saat di persidamgam FS memberikan keterangan bahwa skenario ini awalnya bertujuan untuk melindungi Bharada E dari ancaman pidana karena telah menembak Brigadir J hingga tewas. Setelah insiden ini terjadi, FS kemudian menembak ke dinding dengan menggunakan senjata Brigadir J yang telah roboh bersimbah darah, dengan posisi tertelungkup.
FS bersikukuh dengan keterangan bahwa ia tidak ikut menembak dan tidak pernah memerintahkan Bharada E untuk menembak tapi mengatakan “Hajar, Cad!”. FS bertahan pula dengan keterangan istrinya, Putri Candrawathi, yang mengadu bahwa Brigadir J melecehkannya saat di Magelang.
Bila mencermati pembelaan yang dibacakan sendiri oleh FS, nada suaranya terdengar bergetar seperti menahan kesedihan yang dalam. Namun sepanjang jalannya sidang yang memakan waktu berbulan-bulan ini, FS tidak menunjukkan reaksi yang agresif. FS menjawab pertanyaan-pertanyaan hakim dan jaksa dengan nada datar, bahkan terkadang terdengar lirih. Hanya saja, FS pernah tertangkap kamera ketika melihat ke arah Bharada E dengan tatapan mata yang tajam dan saat itu ia mengenakan masker.
Naik Banding
Saat FS menyampaikan pembelaannya secara pribadi, ruang sidang tampak hening. Namun ketika hakim menjatuhkan vonis mati, ruang sidang seketika riuh. Tapi FS tetap berdiri, tampak berusaha tegar, sebelum hakim mempersilakan untuk kembali duduk. Setelah menghampiri tim kuasa hukum, FS berjalan meninggalkan ruang sidang dan hanya terdiam.
Beban berat FS bukan hanya menghadapi kasus pembunuhan Brigadir H saja, tapi juga dakwaan kasus obstruction of justice. Banyak alat bukti yang dirusak dan dilenyapkan dengan maksud agar skenario berjalan sesuai rencana untuk melindungi Bharada E, dimana FS menyatakan alibi bahwa ia datang belakangan ke rumah dinas TKP. Namun anak buahnya mendapati fakta dari rekaman DVR CCTV, bahwa FS telah berada di tempat kejadian, dan saat itu Brigadir J masih hidup..
Di tengah gemuruhnya terpaan badai hujatan dari berbagai elemen masyarakat, FS memilih melanjutkan perjalanan terjal berliku demi memperjuangkan hak-haknya dengan mengajukan banding didampingi oleh penasehat hukumnya.