Oleh: Dr. Heriyono Tardjono. Pengajar Pasca Sarjana. Universitas Al-Azhar Indonesia
Palembang, Suaranusantara.co – Membahas tentang masyarakat dan kesadaran hukum sangat menarik. Seperti biasanya di jam-jam sibuk, beberapa persimpangan jalan bertraffict light di Kota Palembang menyuguhkan fenomena yang menarik sekaligus ironis. Menjadi menarik karena fenomena tersebut menggambarkan tingkat keberlakuan hukum di tengah-tengah masyarakat.
Dan menjadi ironis karena fenomena ini terjadi di Palembang, sebuah kota besar yang masyarakatnya relatif terdidik dan melek informasi (well informed). Kota yang berkali-kali mendapat kepercayaan sebagai tempat pagelaran event berskala nasional dan Internasional. Bahkan beberapa waktu yang lalu memperoleh kepercayaan sebagai tempat pelaksanaan Asean Games.
Setidaknya ada dua fenomena yang bisa terlihat, Fenomena yang pertama adalah sulitnya menjadi insan yang taat hukum dan tertib. Dalam hal ini kaitannya dengan berlalu lintas. Sebagai contoh, jika berkendara dan melewati persimpangan RS Charitas, kemudian berhenti karena lampu alat pengatur lalu lintas menyala merah, ada kecendrungan masyarakat pengguna kendaaraan bermotor (terlebih roda dua) untuk membunyikan klakson dan mendorong kita bergegas untuk jalan walaupun lampu belum menyala hijau.
Alasan pembenarnya adalah karena arus laju kendaraan yang dari arah seberang sudah berhenti. Sebaliknya apabila kita sudah berjalan dan sampai di tengah persimpangan, kendaraan yang dari arus seberang juga sudah mulai berjalan dan hampir mencapai tengah persimpangan walaupun lampu traffic light belum menyala hijau.
Apabila kita berusaha menjadi orang yang baik dan tertib hukum, yaitu dengan cara tetap berhenti sampai menunggu lampu menyala hijau, bersiap-siaplah menerima tatapan mata yang tak bersahabat dan terkesan menyalahkan serta riuhnya bunyi klakson sebagai tanda tidak sepakatnya orang lain dengan sikap kita. Bayangkan betapa tidak nyamannya mendapat perlakuan seperti itu dari sesama pengguna jalan raya.
Fenomena kedua yaitu adanya rasa puas diri dari sebagian masyarakat pengguna jalan raya apabila mereka berhasil mengelabui (baca melanggar) hukum. Contohnya, adalah ketika seseorang pengendara tidak menggunakan helm dan berhasil melewati persimpangan RS Caritas tanpa tertangkap polisi. Maka timbul kesan kepuasan tersendiri dari pengendara tersebut dengan cara menceritakanya kepada orang lain. Betapa beruntungnya ia bisa lolos dari jeratan hukum.
Contoh lainya, tampak pada celah putar balik (U-turn) di KM 5 dekat pasar Palima yang jelas-jelas terpasang tanda larangan putar balik. Namun justru barisan kendaraan terlihat mengantri untuk melakukan putar balik. Anehnya adalah, para pengendara melakukan hal itu dengan riang dan tanpa beban. Riang karena bisa menghemat waktu dan tanpa beban karena merasa tidak bersalah dan tidak sendirian, banyak pengendara lain juga melakukan hal serupa.