Jakarta, Suaranusantara.co – Pengamat Komunikasi Politik Universitas Esa Unggul, Jamiluddin Ritonga ikut mengomentari terkait kisruh pencalonan Pilpres 2024 di internal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) akhir-akhir ini. Seperti diketahui, di internal PDIP terjadi konflik antara Puan Maharani dan Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo.
Bahkan, Ganjar mesti menghadapi Ketua Bidang Pemenangan Pemilu DPP PDIP Bambang Wuryanto. Bambang yang juga Ketua PDIP Jawa Tengah, yang nampaknya semakin menyudutkan Ganjar.
Jamiluddin menilai hal yang dari luar nampak sebagai serangan itu, di lakukan Bambang atas perkenan Puan Maharani. Pasalnya, saat acara di Semarang, Puan menyebut bahwa bahwa pemimpin itu harus di lapangan bukan medsos.
“Bambang berani melakukan itu tampaknya bukan atas inisiatif sendiri. Ada indikasi, tindakan Bambang atas restu Puan Maharani. Hal itu terlihat dengan adanya sindiran Puan terhadap Ganjar saat acara di Semarang. Puan bilang pemimpin itu harus di lapangan, bukan di medsos,” kata Jamiluddin dalam keterangannya, Rabu 26 Mei 2021.
Tak hanya itu, Ia juga menduga Puan menyindir Ganjar karena adanya restu dari sang Ibunya yaitu Megawati.
“Puan juga berani melakukan itu tampaknya sudah ada restu dari ibunya, Ketua Umum PDIP Megawati. Tanpa restu Mega, tampaknya Puan tidak senekad itu,” ujar Jamiluddin.
Tergantung Mega
Jamiluddin menegaskan semua hal yang ada di PDIP tergantung pada Megawati.
“Kenapa begitu? Karena sentral di PDIP itu hanya Mega. Semua hal di PDIP bergantung pada Mega. Hitam kata Mega, akan hitamlah hingga kebawah,” tegasnya.
“Jadi, dengan masih sentralistisnya di PDIP, maka sulit di bayangkan ada kader yang berani menghujat kader lainnya tanpa ada restu dari Ketua Umumnya,” tambah Jamiluddin.
Namun, Jamiluddin menilai serangan akan berakhir apabila Ganjar menghentikan niatnya untuk ikut dalam pencalonan presiden pada 2024.
“Karena itu, Bambang dan kemungkinan kader lainnya di perkirakan akan terus melakukan serangan kepada Ganjar. Serangan itu diduga akan berhenti, kalau Ganjar menghentikan niatnya untuk nyapres pada 2024,” ungkapnya.
Mantan Dosen FIKOM ISIIP Jakarta ini menuturkan rencana untuk menghantarkan Puan ke pencalonan presiden 2024 sudah disiapkan sejak lama.
“Kalau Ganjar mundur, maka niat mengantarkan Puan untuk nyapres akan terbuka luas. Rencana tersebut tampaknya sudah di siapkan sejak lama. Karena itu, tidak boleh ada kader lain yang menjadi penghalang. Siapa pun penghalangnya, termasuk Ganjar tentu akan di lucuti,” tuturnya.
Karena itu, lanjutnya, Ganjar kalau tetap ingin nyapres, sebaiknya mulai melirik Partai lain.
Namun Partai lain pun akan mau mengusung Ganjar kalau elektabilitas luar biasa tinggi seperti yang pernah di tunjukkan Susilo Bambang Yudhoyono dan Joko Widodo.
“Namun kalau elektabilitas masih seperti saat ini, tentu partai politik lain masih berpikir untuk mengusung Ganjar. Sebab, dengan elektabilitas di bawah 20 persen, peluang menang pada Pilpres masih kecil,” tandas Jamiluddin.
Jamiluddin menambahkan Ganjar harus mengubur keinginannya untuk ikut dalam Pilpres 2024 bila elektabilitasnya tidak mencapai 30 persen ke atas.
“Jadi, kalau elektabilitasnya tidak yakin mencapai 30 persen ke atas, sebaiknya Ganjar tetap bertahan di PDIP. Resikonya Ganjar harus mengubur keinginannya nyapres 2024,” tutupnya. (Fersyn/SN)