Jakarta, Suaranusantara.co – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diminta segera menetapkan Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin sebagai tersangka. Pasalnya, fakta keterlibatan Azis dalam dugaan korupsi (suap) jual beli jabatan yang melibatkan Walikota Tanjung Balai, Sumatera Utara M Syahril dan mantan penidik KPK Robin Pattuju, sudah sangat terang-benderang.
“Fakta-fakta hukum yang terungkap dalam persidangan Syahrial dan pemeriksaan Dewan Pengawas (Dewas KPK) terhadap Robin Pattuju, semakin memperjelas peran dan keterlibatan Azis Syamsuddin. Azis terlihat berusaha merintangi penyidikan dugaan korupsi Syahrial di KPK,” kata Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) Petrus Salestinus di Jakarta, Jumat, 03 September 2021.
Ia mengutip pernyataan Ketua KPK Firli Bahuri tanggal 24 April 2021 yang menyebut peran Azis Syamsuddin dalam memfasilitasi dan membantu mempertemukan penyidik KPK Stefanus Robin Pattuju dengan Syahrial. Kemudian dalam pembacaan surat dakwaan terhadap Syahrial oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) tanggal 12 Juli 2021, telah membeberkan peran Azis Syamsuddin untuk menghentikan perkara.
Disebutkan Azis berperan memfasilitasi Syahrial bertemu dengan Stepanus Robin Pattuju di rumah jabatan Wakil Ketua DPR. Kemudian, fakta persidangan terkait kesepakatan Syahrial membayar uang sebesar Rp 1,5 miliar kepada Robin Pattuju untuk menghentikan penyidikan.
Fakta lain, lanjut Petrus, adalah hasil penelusuran dan putusan Dewas KPK yang menyebut Robin Pattuju menerima uang dari Azis Syamsuddiin sebesar Rp 3,15 miliar. Uang itu diduga untuk menghentikan perkara Lampung Tengah terkait dengan Alisa Gunado.
“Dari fakta-fakta itu, ada beberapa peristiwa pidana korupsi yang melibatkan Azis Syamsuddin. Mulai dari suap, permufakatan jahat untuk menghentikan penyidikan dan larangan bagi pegawai KPK bertemu pihak yang sedang diperiksa KPK. Jadi sudah cukup kuat alasan untuk naikan status Azis dari saksi menjadi tersangka. Disertai penahanan, mengingat masa cekal Azis Syamsuddin akan segera berakhir,” tutur Petrus.
Dia mengingatkan KPK tidak mengulur-ulur waktu penindakan terhadap Azis. Alasannya, bisa melahirkan rekayasa “post factum” yang merupakan modus baru menyangkal fakta-fakta hasil penyidikan. Post Factum akan mengacaukan fakta-fakta hasil penyidikan KPK, bahkan hasil pemeriksaan Dewas KPK yang menyebut total dana yang diterima oleh Robbin Pattuju dari Syahrial sebesar Rp 10 Miliar.
“Azis menyebut hanya memberikan Rp 200 juta kepada Robin Pattuju sebagai pinjaman. Padahal selama penyidikan dan pemeriksaan Dewas KPK tidak terungkap. Ini modus baru dalam bentuk Post Factum,” tutup Petrus.