Labuan Bajo, suaranusantara.co – Konflik antara ulayat Mbehal dan Rareng kian memanas ketika warga Mbehal merasa tidak aman dan terancam terhadap kinerja penegakan hukum Polisi Resort (Polres) Manggarai Barat yang begitu cepat memproses laporan dari Blasius Panda yang tidak sesuai fakta yang terjadi di tempat kejadian peristiwa (TKP).
Beberapa orang warga ulayat Mbehal dilaporkan melakukan tindak pidana pengancaman dan pengeroyokan terhadap Blasius Panda, warga Rareng.
Laporan tersebut dilayangkan oleh Blasius Panda warga ulayat Rareng pada saat mendatangi warga Mbehal yang sedang bekerja membersihkan kebun di lokasi Lengkong Warang Desa Tanjung Boleng, Kecamatan Boleng, Kabupaten Manggarai Barat, Rabu 18 Juni 2025 lalu
Sementara berdasarkan kesaksian warga Mbehal, Karolus Ngotom menerangkan bahwa Gabriel Jahang bertemu dengan Mersi Mance bukan Blasius Panda.
“Saya saksikan langsung saat kejadian, yang berhadapan dengan Gabriel Jahang hanyalah Mersi Mance dengan memegang tombak sedangkan Panda kami tidak lihat. Kata-kata yang diucapkan saat itu hanya mengingatkan semua warga untuk menghentikan kegiatan jangan sampai terjadi peristiwa yang tidak diinginkan. Lalu Mersi yang ditemui tetapi Panda yang melaporkan. Terus Mersi yang pegang tombak saat itu tidak diproses tetapi Gebi yang ditersangkakan,” Ungkap Karel saat diwawancarai awak media ini 13/9/2025
Sedangkan Gabriel Jahang sendiri selaku salah satu terlapor yang ditersangkakan mengakui bahwa Panda waktu itu dia bertemu dan berbicara dengan Mersi.
“Pada waktu itu saya bertemu dan berbicara dengan Mersi. Saya katakan mana keterwakilan dari kamu untuk berbicara dengan kami,” terang Gebi
Permintaan Gebi langsung disambar oleh Mersi dengan mengatakan “Kami tidak datang mendengar pembicaraan kamu, kami datang mau bagi tanah, kamu dari sini kami mau bagi ini tanah,” ungkap Gebi mengulang ucapan Mersi yang disampaikan dengan nada mengusir warga Mbehal berada di lokasi saat itu.
Pernyataan yang sama juga telah disampaikan oleh Gebi saat dimintai keterangan pada BAP kedua oleh Reskrim Polres Manggarai Barat tepatnya 02 September 2025 pukul 13.20 Wita
Selang dua minggu dua hari setelah penuhi panggilan kedua, Gebi ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan surat Polisi nomor: S.Tap/42/IX/Res.1.24/25/Sat Reskrim tanggal 16 September 2025.
Selama proses konflik tanah Lengkong Warang ini bergulir di meja kepolisian, warga merasakan adanya berbagai kejanggalan dalam kinerja penegakan hukum Polres Manggarai Barat.
Merasa terancam dan tidak aman dengan kinerja penegakan hukum Polres Manggarai Barat, warga adat ulayat Mbehal mengajukan surat perlindungan hukum kepada Polda NTT, sekaligus meminta untuk berdialog langsung dengan Kapolda.
Surat tersebut diberikan oleh Warga adat Mbehal dan diterima oleh awak media ini pada Jumat 12/9/2025, sehari setelah surat dikirim ke Polda.
Berikut isi surat Perlindungan hukum masyarakat ulayat Mbehal kepada Polda NTT
Masyarakat adat ulayat kampung Mbehal mengirimkan surat kepada Polda NTT Tanggal 11 september 2025 meminta perlindungan hukum kepada Polda NTT sekaligus bertemu kapolda terkait persoalan hukum yang dialami oleh beberapa warga adat Mbehal.
Kami masyarakat adat ulayat Mbehal merasa tidak aman dan terancam sejak dipanggilnya saudara kami Karolus Ngotom, Akuino Samsun, dan Gabriel Johang oleh polres manggarai barat untuk dimintai keterangan sebagai saksi atas laporan Blasius Panda yang melaporkan telah Terjadinya Pengancaman kepada Blasius Panda di lokasi lengkong Warang Desa Tanjung Boleng, Kecamatan Boleng, Kabupaten Manggarai Barat, dimana hanya dalam waktu hanya 1 bulan, LP dari Blasius panda langsung dinaikan kepenyidikan.
Dalam surat tersebut telah kami uraikan rangkaian peristiwa pada tanggal 18 Juni 2025, yang mana pada intinya bahwa kurang lebih 200 orang warga kampung Rareng mendatangi lokasi lengkong warang, dan di lokasi tersebut kami warga Ulayat Mbehal berjumlah 10 orang sejak pagi hari membersihkan rumput liar untuk membuka kebun karena akan memasuki musim tanam.
Ketika sekitar 200 Orang warga Rareng datang dilokasi dengan menggunakan beberapa mobil dan motor, maka saudara Gabriel Jahang (Gebi) menemui pimpinan rombongan yang bernama Mersi mance, terjadilah dialog yang pada intinya untuk masing masing pihak tidak melakukan kegiatan dan meminta tokoh adat kedua bilah pihak untuk berunding.
Menghindari hal hal yang tidak dinginkan saudara Karolus Ngotom menghubungi Babinsa wilayah Desa Tanjung Boleng untuk datang ke lokasi, tidak lama kemudian anggota Babinsa tersebut datang, lalu dimulai Perundingan, hasilnya Babinsa akan memfasilitasi upaya mediasi, dan setlah itu kedua belah pihak membubarkan diri.
Mediasi yang disepakati oleh kedua belah Pihak akan dilakukan oleh Babinsa belum dilakukan, tiba-tiba pada tanggal 18 Juli 2025 tiga orang warga adat Mbehal dipanggil polisi untuk memberikan klarifikasi atas laporan Blasius panda tanggal 14 juli 2025, empat hari setelah LP di buat, lalu pada tanggal 21 juli 2025 ketiga warga Mbehal datang kepolres dan memberikan klarifikasi.
Pada tanggal 25 agustus 2025, datang lagi surat dari polres Manggarai Barat yang isinya telah dimulainya SPDP( surat pemberitahuan dimulainya Penyidikan).
Proses hukum begitu cepat namun fakta dilapangan tidak sesuai yang dilaporkan oleh Blasius panda, maka satu satunya pilihan kami masyarakat adat kampung Mbehal adalah meminta perlindungan kapolda dan meminta untuk bertemu dan berdialog langsung dengan Kapolda NTT.
Warga adat Mbehal yang bernama Gabriel Jahang yang ditetapkan sebagai tersangka, adalah tokoh adat kampung Mbehal yang akan berangkat ke Kupang untuk bertemu dengan Kapolda.
Saat ini kami masih menunggu jawaban jawaban Polda atas surat permohonan yang kami ajukan dan besar harapan kami masyarakat Mbehal agar bisa bertemu langsung dengan Kapolda.
Untuk diketahui bahwa surat yang dimuat dalam pemberitaan ini merupakan intisari dari permohonan perlindungan hukum masyarakat adat Mbehal yang telah dikirim ke Polda NTT.