Ruteng.suaranusantara.co – Sisilia Sija, seorang ibu di kampung Culu, Desa Tondong Belang, dirundung kesedihan. Dia menangisi pohon-pohon kopi yang sudah berbuah di kebunnya yang ditebang oleh Natus, warga Dalong, desa Watu Nggelek, pada hari Sabtu, 13 April 2024. Harapannya untuk panen kopi dan menjual biji-biji kopi untuk hidup keluarganya dan biaya kuliah anaknya di Kupang, pupus sudah.
Demikian keterangan Benediktus Janur, S.H. kuasa hukum korban via gawainya, Senin 15/4/2024 kepada media ini dari Labuan Bajo Manggarai Barat, NTT.
Kata dia, Sisilia Sija adalah seorang janda yang memiliki lima orang anak. Suaminya Paulinus Salin meninggal dunia tanggal 7 Maret 2019, korban tanah longsor di kampung Culu pada tanggal 7 Maret 2019. Dia tidak hanya kehilangan suaminya dalam bencana alam itu. Tetapi juga anak mantu, Remigius Sera, dan cucunya Fransiska Sera (umur 9 bulan) yang juga jadi korban tanah longsor di Kampung Culu kala itu.
” Bencana alam tanah longsor itu menggores duka yang dalam di kehidupan Sisilia Sija. Sejak bencana alam yang merenggut nyawa suami, menantu dan cucunya, Sisisila Sija berjuang untuk menghidupi dirinya dan kelima orang anaknya ” tulisnya.
Selanjutnya disampaikan, sebidang tanah seluas kurang lebih 1 hektar di Lingko Waro Wol, Kampung Culu, warisan dari almarhum suaminya, menjadi tumpuan harapannya untuk bertahan hidup bersama kelima orang anaknya. Tanah itu telah ditanami pohon-pohon kopi, durian, cengkeh, pisang, advokad, pinang, mahoni, sejak tahun 1998. Hasil dari tanaman-tanaman itulah yang menjadi tumpuan kehidupan Sisilia Sija dan kelima anaknya. Dari hasil kebun itu juga Sisilia Sija dapat membiayai sekolah anak-anaknya.
” Dia menginginkan agar anak-anaknya sekolah dan untuk itu dia bekerja keras, berjuang agar dari hasil kebunnya tersebut dia dapat membiayai sekolah anak-anaknya” jelas pengacara yang berkantor di Labuan Bajo itu.
Kronologi peristiwa itu, pada hari Sabtu 13 April 2024 kemarin membuat Sisilia Sija shock, sedih, dan menangis. Tiga puluh pohon kopi yang sudah berbuah di kebunnya itu ditebang begitu saja oleh orang yang bernama Natus. Kopi-kopi yang menjadi tumpuan harapan dan sumber kehidupannya selama ini terkapar di atas tanah kebunnya.
” Sisilia Sija dapat khabar bahwa Natus mengklaim tanah itu miliknya. Sisilia Sija tidak mengerti bagaimana bisa tanah warisan suaminya itu dan sejak tahun 1998 telah dikuasai, digarap, ditanami pohon-pohon kopi, durian, cengkeh, pisang, advokad, pinang, mahoni, tiba-tiba saja diklaim sebagai tanah milik Natus. Sisilia Sija juga tidak mengerti kenapa ada manusia yang begitu kejam sesukanya menebang pohon-pohon kopi miliknya yang jadi sumber kehidupan keluarganya selama ini ” terangnya.
Sisilia Sija hanya menangis. Dia kembali merasakan perihnya duka cita seperti ketika suami, menantu dan cucunya jadi korban bencana tanah longsor pada tanggal 7 Maret 2019 yang merenggut nyawa mereka.
” Kali ini janda dengan lima orang anak ini jadi korban bencana kejahatan manusia yang menebang pohon-pohon kopi sumber kehidupannya. Dengan demikian kami selaku kuasa hukum akan melaporkan kejahatan kemanusiaan ini kepada pihak yang berwajib, dan satu-satunya harapannya Sisilia Sija adalah Polres Manggarai Barat dapat melakukan penegakan hukum untuk melindungi hak hidupnya ” tutupnya.
Willy Grasias