Jakarta, Suaranusantara.co – General Agreement on Trade and Tariff (GATT) dalam Perdagangan Internasional merupakan perjanjian yang penting. Perjanjian ini memuat beberapa prinsip utama, yakni:
1. Most Favoured Nation (art 1)
Perdagangan harus dilakukan dengan prinsip non diskriminasi, Semua importir harus diperlakukan pajak, bea dan lain sebagainya yang sama terhadap produk tertentu, terlepas dari asalnya.
2. National Treatment (art 3)
Pajak, bea dan peraturan internal lain tidak boleh diberlakukan dalam rangka mendiskriminasi barang impor dengan barang yang diproduksi secara domestik
3. No Increase in Trade Barrier (art 2)
Hambatan perdagangan yang dibuat pemerintah dalam pergerakan barang harus ditekan seminim mungkin, dan apabila berubah, maka perubahan tersebut harus ditekan lebih rendah, dan tidak boleh naik
4. Non Quantitative Restriction (art 11)
Hambatan perdagangan yang boleh dilakukan, hanyalah boleh dalam bentuk tarif, dengan dasar bahwa perhitungan tarif adalah yang paling mudah diperhitungkan ketimbang kueantitatif yang sering dihadapkan dengan berbagai kesulitan dalam pengukuran satuan
5. Regular Negotiation (art 28 bis)
Para contracting parties akan bertemu secara berkala untuk melakukan negosiasi dalam rangka menekan hambatan perdagangan atas dasar resprositas dalam kerangka multilateral. (Pasal 28 bis)
6. Other Provisions
Prinsip-prinsip tesebut di atas merupakan konsep dasar dari WTO, namun pelaksanaan prinsip-prinsip ini tidaklah mutlak. Berbagai pengecualian atas kondisi khusus juga tersedia sebagai pengecualian dari prinsip tersebut. Misalnya terkait dengan peraturan perundang-undangan yang sudah ada sebelum negara tersebut bergabung dengan GATT. Demikian pula jika terkait dengan alasan politik, keamanan, sampai kesehatan dan keselamatan manusia, hewan dan tumbuhan. Hampir semua ketentuan ini adalah dasar dari semua litigasi general agreement di WTO sejauh mana penyimpangan dari prinsip-prinsip WTO bisa dibenarkan.