Jakarta, Suaranusantara.co – Koordinator Pergerakan Advokat Nusantara (Perekat), Petrus Selestinus, memberi tanggapan kritis terhadap kegiatan Kapolres Sikka AKBP Sajimin yang membangun mushola di halaman Polres Sikka, Maumere, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).
Dia mengatakan bahwa kegiatan pembangunan tersebut bisa menimbulkan konflik. Kapolres Sikka semestinya tidak menjadi pihak yang bisa mengganggu harmonisasi masyarakat Sikka.
“Kapolres Sikka AKBP Sajimin mestinya tidak melakukan hal-hal yang dapat menimbulkan guncangan dan/atau berpotensi mengganggu psikologi masyarakat Sikka yang pada gilirannya mengganggu harmonisasi masyarakat Sikka, khususnya hal-hal sensitif yang secara langsung atau tidak langsung mengganggu kerukunan umat beragama,” tulis Petrus melalui release persnya pada Minggu (12/12/2021).
Pembangunan musholah tersebut bisa menciptakan masalah di Kab. Sikka.
Tindakan Kapolres Sikka membangun Mushola sebagai tambahan di halaman Polres Sikka, apapun alasannya hal itu akan menimbulkan ketidaknyamanan anggota Polri yang hendak beribadah dan masyarakat Sikka yang mayoritas Kristiani akan terganggu ketika akan berususan dengan pelayanan hukum.
Bagi Petrus sikap penolakan dari masyarakat Sikka atas pembangunan Mushola itu bisa dipahami karena Kapolres Sikka yang tidak punya “sense of crisis” atau kepekaan terhadap psikologi masyarakat Sikka, terlebih-lebih buruknya pelayanan hukum selama Kapolres Sikka dijabat oleh AKBP Sajimin.
Pembangunan mushola itu tidak ada izin dari warga setempat dan Pemda Sikka, karena itu warga di sekeliling Kompleks Polres Sikka dan sekitarnya menolak. Aksi penolakan itu kemungkinan bisa meluas.
Penolakan warga Sikka, bukan saja karena belum adanya persetujuan warga sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku, tetapi juga karena warga merasa Kapolres Sikka ingkar janji atas komitmen Polres Sikka sebelumnya untuk tidak menggunakan Speaker TOA (pengeras suara) di mushola belakang Polres. TOA itu ternyata diam-diam dipasang dan dipakai juga.
Warga Sikka sering terganggu dengan suara keras Speaker TOA di mushola lama Polres Sikka. Jika ditambah bangunan mushola lagi, maka hal itu akan memancing kemarahan warga yang dampaknya akan tidak baik bagi toleransi dan kohesivitas masyarakat di Sikka.
Petrus pun mengingatkan agar Kapolres jangan mencari gara-gara.
Kapolres terbukti telah melanggar kesepakatan dengan penggunaan TOA Speaker di musholah belakang Polres. Makan, membangun mushola tambahan merupakan bentuk pelanggaran lainnya.
Petrus mengharapkan agar Kapolres Sikka tidak menciptakan masalah dan tidak menabur badai dengan mewariskan masalah di Kabupaten Sikka. Sebagai Kapolres, Anda sebentar lagi pindah, begitu juga anak buah anggota yang lain bakal pindah, karena itu wariskan sesuatu yang baik untuk memperkuat toleransi.
Jika pembangunan mushola itu dilanjutkan, Kapolres Sikka sebenarnya sedang membuat masalah baru.
“Jika Kapolres Sikka meneruskan pembangunan mushola tambahan, maka Kapolres Sikka dapat dinilai sebagai sedang mencari gara-gara, menicptakan situasi tidak kondusif bahkan perpecahan dan itu namanya mencari gara gara,” lanjut Petrus.
Bangunan mushola itu hanya berjarak tidak kurang dari 50 meter dengan bangunan Susteran Katholik PACR dan Biara Rogasionit untuk para calon Imam, yang menurut Petrus tidak tepat dari aspek sosial. Pendirian Mushola dan penggunaan TOA dalam jarak terlalu berdekatan dengan lokasi biara para calon Imam dan Susteran Katolik.