Ruteng,Suaranusantara.co-Sebanyak 94 desa di Kabupaten Manggarai, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) menggelar Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) serentak pada bulan November 2021
Tahapan penetapan calon peserta Pilkades sudah dilakukan tanggal 14 September 2021. Salah satunya yang berada di Desa Goloworok, Kecamatan Ruteng, Kabupaten Manggarai.
Namun anehnya, panitia Pilkades di tingkat desa diduga meloloskan salah satu calon yang sesungguhnya tidak memenuhi syarat. Kini, keabsahan berkas calon yang bermasalah tersebut, diperiksa lagi oleh Panitia Kecamatan dan Panitia Kabupaten karena diprotes oleh masyarakat.
“Ketua Panitia Frans Ganggut mengakui ada berkas mantan Kepala Desa (Kades) Goloworok Fransiskus Syukur yang tidak lengkap. Itu disampaikan saat dipanggil Camat pada hari Jumat kemarin,” kata seorang warga Desa Goloworok yang tidak mau disebut namanya di Ruteng, Minggu, 19 September 2021.
Ia menjelaskan berdasarkan pengakuan Frans, berkas Ansi, panggilan akrab Fransiskus Syukur yang tidak lengkap adalah tidak menyerahkan laporan pertanggungjawaban pada tahun terakhir kepemimpinannya yaitu tahun 2019. Padahal masalah itu sebagai salah satu persyaratan yang dipenuhi petahana atau mantan Kades agar bisa maju kembali di Pilkades.
“Panitia akui ada kekurangan itu. Setidaknya itu disampaikan Frans. Hari Jumat kemarin, mereka sudah dipanggil Camat untuk klarifikasi masalah itu. Tidak tahu bagaimana hasilnya,” jelas sumber tersebut.
Menanggapi hal itu, tokoh masyarakat Desa Goloworok Hubertus Ndarung meminta Panitia Kecamatan dan Panitia Kabupaten agar mencoret nama Ansi dari peserta Pilkades 2021. Di sisi lain, panitia Pilkades di tingkat desa harus dikenakan sanksi karena meloloskan calon yang tidak memenuhi persyaratan.
“Pas verifikasi berkas calon, kami meminta transparansi dari panitia namun tidak ditanggapi. Panitia sangat tertutup dan tidak membuka ruang bagi masyarakat untuk menyelidiki kebenaran berkas calon. Makanya saat itu, kami tidak mau tandatangan berita acara kelengkapan berkas bagi saudara Ansi karena ditutupi panitia,” jelas Hubert.
Hubert yang mewakili tokoh masyarakat dalam kegiatan verifikasi berkas menyebut pada saat penetapan calon tanggal 14 September, tidak diberi ruang dialog oleh panitia dan ketua tim teknis dari kecamatan. Padahal masyarakat ingin mempertanyakan kebenaran informaai yang beredar terkait ketidaklengkapan berkas Ansi.
“Pejabat dari kecamatan langsung bilang tidak ada dialog. Terus langsung tetapkan calon dan ambil nomor urut. Ya, kami tidak bisa buat apa-apa karena panitia sangat otoriter dan tertutup. Tapi lagi-lagi kami tidak mau tandatangan berkas berita acara penetapan calon,” ungkap Hubert.
Tokoh masyarakat lainnya, Philipus Jeharut menyebut sejak awal pembentukan panitia, tidak ada keterbukaan dari pejabat kepala desa dan Badan Pengawasan Desa (BPD) dalam pembentukan panitia Pilkades. Pembentukan panitia tampak sembunyi-sembunyi. Beberapa proses awal hingga hingga penetapan calon, tidak ada transparansi dari panita.
“Sejak awal kami curiga, panitia ada sembunyikan sesuatu. Kami curiga panitia coba meloloskan satu calon yang menurut kami bermasalah,” ujar Philipus.
Dia meminta panitia Kecamatan dan Kabupaten mendiskualifikasi pencalonan Ansi jika terbukti tidak memenuhi syarat. Panitia Kecamatan dan Kabupaten tidak boleh menutup-tutupi seperti terjadi di panitia tingkat desa.
“Tahap penetapan sudah dilakukan. Jika kemudian terbukti ada calon yang tidak memenuhi syarat maka langsung didiskualifikasi. Tidak ada lagi perbaikan berkas atau membuka pendaftaran baru,” tegas Philipus.
Di tempat terpisah, anggota DPD RI dari Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) Abraham Liyanto sangat prihatin dengan pelaksanaan Pilkades serentak 2021. Alasannya, dia mendapat informasi bahwa banyak calon petahana yang bisa maju kembali. Padahal sudah ada temuan korupsi dari inspektorat daerah Kabupaten Manggarai.
Anehnya, temuan dari inspektorat tersebut diduga telah dirancang untuk meloloskan para petahana dari hukuman penjara. Semua temuan berupa pelanggaran administratif. Padahal ada mantan Kades yang diduga korupsi mencapai Rp 1 miliar.
“Aparat penegak hukum harus memeriksa inspektorat Kabupaten Manggarai. Apa betul audit yang mereka lakukan sesuai fakta di lapangan. Jangan-jangan ada kerjasama antara para Kades atau mantan Kades dengan inspektorat,” ujar Abraham.
Sebagaimana diketahui, Fransiskus Syukur adalah salah satu mantan Kades yang telah dilaporkan ke kejaksaan oleh warga desa Goloworok karena diduga melakukan tidakan korupsi selama menjabat sejak 2013-2019.
Dengan menunjuk hasil audit inspektorat daerah, Wakil Bupati Manggarai Heri Ngabut menyebutkan Ansi terbukti korupsi dana desa mencapai Rp 80 juta.
Namun tidak diketahui, apakah temuan korupsi Rp 80 juta ini termasuk yang tidak ada laporan pertanggungjawaban atau bukan. Heri tidak menyebut hal itu tetapi hanya mengatakan laporan inspektorat, Ansi terbukti korupsi dana desa hingga Rp 80 juta.