Jakarta, Suaranusantara.co – Ketua Panitia Perancang Undang-Undang (PPUU) DPD RI, Badikenita Sitepu menilai usulan Presiden Joko Widodo untuk revisi UU ITE (Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik) sudah tepat. Alasannya, UU ITE banyak menimbulkan kontroversi di masyarakat karena banyak pasal yang dianggap karet.
”Banyak pasal karet yang menjadi masalah di tengah masyarakat. Penerapannya sering menimbulkan kontroversi dan polemik, sehingga masyarakat menduga di jadikan alat pemerintah untuk membatasi kritik,” kata Badikenita di Jakarta, Rabu, 4 Maret 2021.
Ia menyebut revisi UU ITE harus punya tiga landasan dasar, yaitu filosofis, sosiologis, dan yuridis. Secara yuridis, ada pasal yang multitafsir, sehingga penerapan pasal ini menimbulkan ketidakadilan. Sedangkan bila di tilik secara filosofis, telah terjadi pergeseran norma.
Tujuan UU ITE
Menurutnya, UU itu di peruntukkan mengatur transaksi elektronik dan konten yang bermuatan informasi. Namun belakangan UU ITE di gunakan sebagai senjata untuk menyerang lawan politik.
Badikenita berharap revisi yang di lakukan lebih komprehensif dan menyeluruh. Pemerintah juga harus bisa membedakan antara transaksi elektronik dan informasi elektronik. Selain itu, dalam revisi juga harus di perhatikan perbedaan antara delik aduan dan delik biasa.
”Jangan sampai ada unsur politis dalam revisi tersebut,” tutur Badikenita.
Lebih lanjut, dia menyinggung pasal yang di duga mengekang kebebasan berpendapat di muka umum, mengingat laju informasi begitu cepat. Pemerintah harus punya langkah tegas dalam mengatur transaksi informasi khususnya yang terjadi di media sosial.
Namun begitu, ia tidak mau jika UU ITE nanti malah mengekang kebebasan pers. Pemerintah harus menjamin kebebasan pers.
”Revisi UU ITE harus menjadi payung hukum yang menaungi kerja wartawan. Jangan malah membatasi kebebasan berekspresi mereka,” tutup Badikenita.