Manggarai, Suaranusantara.com – Kasus penganiayaan terjadi pada saat acara syukuran pelantikan Kepala Desa Benteng Kuwu di Wae Mbeleng, Desa Benteng Kuwu, Kabupaten Manggarai NTT, Kamis (30/12/2021).
Kasus tersebut sekarang sedang ditangani oleh Kepolisian Resort (Polres) Manggarai, NTT. Polisi telah menetapkan empat orang tersangka, yaitu DT (51), OT (24), FJ (34) dan FF (18).
Salah satu tersangka ( DT ) kasus penganiayaan tersebut, kepada media ini, Jumat 13 Mei 2022 menyampaikan bahwa peristiwa tersebut bermula pada saat mobil fortuner berwarna hitam dengan nomor plat EB 1350 parkir tepat di badan jalan bagaian belakang kemah syukuran pelantikan kepala desa terpilih.
Pada saat bersamaan di rumah tersangka FJ juga tengah melakukan acara adat tutup tahun bersama keluarga. Rumah FJ berdekatan dengan kemah acara pelantikan kurang lebih 100 meter. Pada saat itu, tepat pada Pukul 11.30 WITA malam, mobil fortuner warna hitam bernomor plat EB 1350 hendak ingin keluar dari tempat syukuran.
Kemudian, tiga orang anak muda diminta untuk memindahkan kendaraan roda dua (motor) yang parkir di badan ke bagian pinggir jalan. Dan pada saat itu, salah satu tersangka atas nama FF, sedang duduk di atas motor ditemani oleh saudara RJ.
Pada saat itu, ketiga anak muda ini menyuruh saudara V untuk memindah motor dengan cara kekerasan, mendorong saudara V hingga terjatuh di kali.
Kemudian saudara V tidak terima dirinya diperlakukan dengan cara kasar seperti itu, sehingga terjadilah perkelahian antara saudara V dengan Saudara Vion Sandur. Pada saat itu juga Saudara Riki Jeot langsung memukul Saudara V tepat di dahi bagian kanan.
Dan dari situlah terjadi perkelahian antara massa yang hadir di rumah syukuran pelantikan dan keluarga yang berada di dalam rumah acara tutup tahun bersama.
Pada saat itu, massa yang berada di tempat syukuran pelantikan melempar rumah saudara DT yang bersebelahan dengan rumah acara tutup tahun bersama. Setelah itu, terjadilah saling baku lempar batu antara masa dari rumah syukuran pelantikan dengan keluarga yang mengikuti acara tutup tahun bersama.
“Selain terjadi baku lempar, pada saat bersamaan, dinding kemah syukuran pelantikan yang ditutupi terpal tiba-tiba dibongkar, sehingga mobil Fortuner warnah hitam bernomor plat EB 1350 itu masuk dalam kemah pelantikan dan keluar lewat dinding kemah yang sudah dibongkar tersebut,” tutur DT.
Terpisah, FJ salah satu terduga pelaku menyampaikan ada yang janggal dari kasus yang menimpah dirinya.
“Saya merasa ada kejanggalan dalam kasus ini, kasusnya tawuran masal dan baku lempar batu di atas seng rumah, tetapi hanya kami beberapa orang saja yang menjadi tersangka. Dalam surat panggilan Polisi, kami ditetapkan sebagai tersangka dengan melanggar Pasal 351 KUHP tentang penganiyaan. Dan yang lebih janggal lagi pertama, kami dilaporkan dengan pelapor tunggal atas nama Felisianus Darung. Lalu tiba-tiba kemudian berubah lagi dalam laporan kedua pelapornya berdiri sendiri, ada apa?,” pungkas FJ.
FJ menyampaikan “ bo menurut akun lite, manga ata musi main kasus ho’o dami kud pande pau ngampang. ai du hitu toe keta raha sina ce’e lite, tapi landing le peke bele dami ise pertaman, itu tara peke balikn kole lami ngereta kema dise”.
( “menurut saya, ada aktor intelektual dibalik kasus ini, supaya kami bisa dijerat hukum, karena pada saat itu kami tidak sedang melakukan penganiayaan tetapi karena mereka yang duluan melempar atap rumah kami, lalu kemudian kami balas juga melempar batu ke kemah” ).
FJ menambahkan, salah satu pihak korban atas nama Oktavianus Sanana sudah bersepakat melakukan perdamaian secara kekeluargaan dengan Fransiskus Femasan.
Dalam surat perjanjian damai pada tanggal 26, Februari 2022 itu, oktavianus Sanana dan Fransiskus Femas San menandatanggani surat perjanjian damai, dihadiri oleh saksi Regina Bamut dan Fabianus San dan mengetahui kepala desa Falterius Handur.
“Saya juga heran dengan kasus ini, kami sudah beritikad baik untuk meminta maaf melalui jalur perdamaian untuk ketiga kalinya, tetapi korban tidak sepakat. yang patut dipertanyakan lagi adalah korban Adrianus Kaspari yang baru saja menyelesaikan pendidikan di bangku SMA. Orang tua kandungnya, nenek dan keluarganya ingin menyelesaikan kasus ini secara kekeluargaan, tetapi setiap kali pihak tersangka menemuinya dan meminta kasus ini diselesaikan secara kekeluargaan, Kaspari tidak mau berdamai dan malah menghindar,” tambahnya.
“Kami dari pihak tersangka merasa perihatin dengan kasus ini, sebagai orang Manggarai yang menjunjung tinggi nilai-nilai adat istiadat merasa terpojok, bahwa seolah-olah kami ini pelaku kejahatan yang luar biasa, Kami tidak pernah menyimpan dendam, toh juga kami pada saat itu sedang membela diri agar kehormatan kami tidak diserang,” kata dia.
“Untuk itu Kami meminta kepada, yang pertama Bapak Kapolda NTT melalui Kapolres Manggarai untuk menghentikan kasus ini dan mengusut tuntas siapa aktor intelektual dibalik kasus ini. Kedua, Kami meminta kepada Bupati dan Wakil Bupati Manggarai melalui Kepala Desa setempat untuk menyelesaikan kasus ini secara kekeluargaan,” tutup Tersangka yang merasa dikriminalisasi ini.