Sumbar, Suaranusantara.co – Tatto Suku Mentawai di Kepulauan Mentawai, Siberut, Sumatra Barat, merupakan tradisi yang di anggap tertua di dunia.
Di tengah peradaban modern dan teknologi, Suku Mentawai tetap mempertahankan peradaban tradisional. Budaya tatto mereka sudah ada sejak zaman nenek moyang dan sarat dengan makna keseimbangan dengan alam, sehingga mereka mengabadikan lukisan batu, hewan, dan tumbuhan pada bagian tubuh.
Aplikasi tatto membutuhkan waktu atau melalui 3 tahap, yaitu tahap pertama di usia 11-12 tahun pada bagian pangkal lengan. Kemudian lanjut tahap kedua di usia 18-19 tahun pada bagian paha. Tahap ketiga atau yang terakhir ketika seseorang telah di anggap dewasa.
Proses Pembuatan Tattoo
Pembuat tatto adalah sipatiti atau seniman tatto Suku Mentawai. Sipatiti menggambar sketsa menggunakan lidi dan lanjut memberinya warna. Proses pembuatan seperti tatoo biasa pada umumnya, yaitu memasukkan tinta ke dalam kulit, yang prosesnya menggunakan jarum kecil yang terpasang di kayu kecil.
Jarum kecil tersebut di beri pewarna dari campuran daun pisang dan arang tempurung kelapa. Sipatiti menusukkan paku kecil itu dengan alat kayu supaya jarum masuk kedalam kulit, tapi tidak sampai menembus bagian daging.
Tradisi ini menyakitkan dan tak jarang menyebabkan efek demam. Namun bagi masyarakat Mentawai, tattoo memang melambangkan roh kehidupan, Masing-masing motif berberda antara satu dengan yang lainnya.
Bagi mereka, tatoto juga berfungsi sebagai alat komunikasi, yaitu untuk menunjukkan jati diri dan untuk perbedaan status sosial dalam masyarakat. Tatto seorang pemburu di kenal dari gambar binatang tangkapannya seperti rusa, monyet, burung, atau babi. Sedangkan tatto Sikerei, sang ahli pengobatand dan penyembuhan, bergambar sibalu-balu pada tubuh mereka.