Labuan Bajo, suaranusantara.co – Kericuhan terjadi saat berlangsungnya proses pemeriksaan Setempat oleh Majelis Hakim pada Pengadilan Negeri Labuan Bajo dalam perkara antara Arfa Daud melawan Muhamad Bakri. Sidang berlangsung di Kampung Capi, Dusun Capi, Desa Golo Bilas, Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat pada Kamis (12/6/2025) pada pukul 11.00 Wita.
Sidang pemeriksaan lokasi ini dipimpin langsung oleh Majelis Hakim dan dihadiri oleh petugas ukur dari Kantor ATR/BPN Kabupaten Manggarai Barat, Polisi dari Polres Manggarai Barat dan Polsek Komodo, Pemerintah Desa Golo Bilas dan pihak penggugat dan tergugat yang didampingi oleh kuasa hukum masing-masing.
Pantauan media ini, keributan bermula ketika sidang hendak dibuka oleh Ketua Majelis Hakim. Tergugat atas nama Muhamad Bakri dan kawan-kawan membuat keributan ketika Penggugat hendak mencari titik batas tanah sengketa.
Muhamad Bakri tidak menerima ketika Penggugat menanyakan kepada orang yang diberikan kuasa untuk menjaga tanah tersebut sejak tahun 1995 mengenai titik batas tanah miliknya.
“Mohon maaf hakim yang mulia, saya sudah lama tidak datang ke tanah ini. Sekarang kondisinya banyak perubahan di sekitar. Selama ini saya percayakan kepada orang lain untuk menjaganya. Apakah saya bisa dibantu untuk menanyakan kepastian batas tanahnya,” tanya Penggugat Arfa Daud kepada Hakim.
Hakim pun menyetujui permintaan Penggugat tersebut.
“Silakan, siapapun bisa membantu ibu, tetapi hanya ibu dan kuasa yang dapat bersuara untuk menyampaikan kepada kami,” jawab salah satu anggota Majelis Hakim memberi petunjuk kepada Penggugat.
Namun, Muhamad Bakri selaku Tergugat sekaligus Kuasa Hukum dari Tergugat lainnya keberatan dengan keputusan Majelis Hakim tersebut.
“Keberatan Pak Bakri akan dicatat, tetapi kami tetap mengizinkan Penggugat untuk dibantu oleh orang lain atau kuasanya,” tegas hakim.
Sidang pun dilanjutkan oleh Majelis Hakim. Namun, Muhamad Bakri bersama 6 orang tergugat lainnya tiba-tiba berteriak-teriak dan mengusir salah satu orang bernama Ahmad Dole, orang yang diberikan kuasa oleh Penggugat menjaga tanah miliknya.
Ahmad Dole hendak membantu Penggugat untuk menunjukan titik batas tanah sengketa di sisi Utaranya. Situasi pun semakin tidak kondusif karena Para Tergugat berteriak dengan suara keras dan mengintimidasi Penggugat. Meskipun sempat ricuh, Polisi berhasil mengamankan situasi.
Suasana Sidang Menegangkan
Akibat dari keributan tersebut, Penggugat tidak dapat dengan leluasa untuk menunjukkan titik batas tanah sengketa.
Kuasa Hukum Penggugat, Hipatios Wirawan menyayangkan tindakan Tergugat yang tidak menghargai proses peradilan.
“Saya sangat menyayangkan tindakan dari para Tergugat yang tidak mengikuti arahan Majelis Hakim selaku pimpinan sidang. Ini sidang resmi seperti sidang yang berlangsung di dalam ruangan pengadilan. Saya merasa hakim tidak dihargai, bahkan para Tergugat berteriak selama proses sidang berlangsung,” ungkap Wira Hipatios Wirawan.
Hipatios menambahkan, akibat dari keributan dan intimidasi terhadap Penggugat, menyebabkan sidang berjalan dengan suasana menegangkan.
“Hak prinsipal saya dibatasi karena dia diintimidasi oleh banyak orang. Prinsipal saya hanya berpikir untuk menghindari keributan. Tujuan dari sidang tidak berjalan dengan baik,” ucap Wira panggilan akrab dari Hipatios Wirawan
Kepala Satuan Shabara Polres Manggarai Barat, Lukas Bao Lile didampingi oleh anggotanya menjelaskan kehadirannya dalam kegiatan ini untuk menjaga keamanan.
“Kita ke sini semata-mata hanya melakukan pengamanan karena sesuai dengan perintah undang-undang lalu kemudian sprin yang ada jadi kita semata-mata hanya melakukan pengamanan. Kita hargai proses hukumnya nanti berjalan tinggal majelis yang akan menilai keputusannya seperti apa, tetapi kami juga berterimakasih karena semua menjaga situasi sehingga berjalan dengan aman, tertib dan lancar,” Kata Lukas saat diwawancarai wartawan suaranusantara.co usai kegiatan Pemeriksaan setempat.
Pihaknya menilai situasi ricuh yang terjadi selama berlangsungnya kegiatan Pemeriksaan hanyalah perbedaan pendapat.
“Kalau menurut saya situasi seperti tadi kondusif. kalau perbedaan pendapat seperti itu lumrah, biasa tetapi semua kita sudah lalui biar proses hukum nanti yang berjalan,” tandas Lukas.
Usai pemeriksaan lokasi tersebut, Penggugat menyampaikan bahwa tanah sengketa adalah miliknya berdasarkan jual beli yang dilakukan almarhum suami pada tahun 1995.
“Kami memperoleh tanah ini dari Aryad Yappa selaku pemilik yang sah. Tanah ini diperoleh sejak suami saya Allyl Mokchsen bekerja di Bank BRI cabang Ruteng dan beliau saja yang seringkali bolak balik Labuan Bajo-Ruteng karena kami semua tinggal di Ruteng,” terang Arfah Daud.
Terkait dengan batas-batas tanah miliknya, Ia mengaku sudah lupa karena sudah banyak terjadi perubahan di sekitar tanah miliknya.
“Saya ini sudah lupa-lupa ingat, karena saat kami beli waktu itu keadaan belum seperti sekarang ini. Panjang bagian timur 135 m² berbatasan dengan tanah milik Petrus Sunarto Bate, Sebelah Barat 110 m² berbatasan dengan tanah milik Sudaryadi, batas Utara 33 m² berbatasan dengan tanah milik Nurmiwati dan bagian selatan 37 m² berbatasan Gang/Rencana Jalan,” terangnya
Sedangkan Muhamad Bakri sendiri selaku kuasa hukum sekaligus tergugat, saat diminta untuk wawancara oleh wartawan malah enggan memberikan keterangan.
“Saya tidak mau memberikan keterangan karena nanti beritanya dipelintir. beritakan saja sesuai jalannya proses PS tadi,” jawab Bakri sembari menghindari wartawan.
Berita ini telah mengalami perubahan pada kutipan salah satu nara sumber