Jakarta, Suaranusantara.co – Senator dari Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) Abraham Liyanto mengusulkan penggabungan atau peleburan antara Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) dengan Koperasi Desa (Kopdes) Merah Putih. Hal itu agar tidak terjadi kegiatan yang hanya menghabiskan dana desa di desa, tetapi tidak bermanfaat banyak bagi masyarakat.
“Supaya tidak mubazir, bagusnya dilebur saja,” kata Abraham di Jakarta, Kamis, 7 Agustus 2025.
Ia menunjuk data yang didapatkan di Provinsi NTT. Dari 3.137 BUMDes yang didirikan, hanya 1.476 yang berstatus aktif, sisanya 1.661 tidak aktif.
Mirisnya, dari yang aktif, kegiatannya tidak produktif karena lebih banyak berupa penyewaan tenda dan kursi. Laporan keuangan pengelolaan Bumdes pun juga tidak jelas. Padahal selalu ada kucuran dana desa tiap tahun ke Bumdes.
Anggota Komite I DPD RI ini tidak mau Kopdes Merah Putih bernasib sama seperti Bumdes. Kehadiran Kopdes jangan sampai menjadi ladang baru bagi aparat desa untuk korupsi.
“Pengalaman buruk Bumdes harus menjadi perhatian. Jangan sampai Kopdes nantinya bernasib sama seperti Bumdes,” tutur senator yang sudah empat periode ini.
Pemilik Universitas Citra Bangsa (UCB) Kupang ini mengakui, ada Bumdes yang berhasil di NTT. Misalnya, Bumdes Tujuh Maret Hadakewa yang berada di Lembata. Bumdes ini mengembangkan potensi wisata pantai Hadakewa dengan berbagai fasilitas seperti restoran, cafe kapal, banana boat, camping ground, dan penyewaan alat watersport.
Kemudian ada Bumdes Ngada yang fokus pada hilirisasi kemiri dan telah berhasil melakukan ekspor produk kemiri ke berbagai negara.
Di tingkat nasional, ada Bumdes Tirta Mandiri di Desa Ponggok, Jawa Tengah. Bumdes ini sukses di bidang pariwisata.
Kemudian Bumdes Panggungharjo di Bantul, yang menjadi desa mandiri dengan berbagai unit usaha.
Lalu Bumdes Arya Kamuning Kadaule, Kuningan yang mengelola wisata Side Land dan Telaga Biru Cicerem. Bumdes ini mampu menyerap 255 tenaga kerja desa, dan menghasilkan pendapatan Rp 3 miliar per tahun untuk desa.
Namun dari 18.850 Bumdes yang berbadan hukum di seluruh Indonesia, tidak sampai 10 persen yang berhasil. Sisanya hanya menghabiskan dana desa dan ladang korupsi bagi aparat desa.
Menurut Abraham, peleburan Bumdes dan Kopdes akan efektif membangun Desa. Bumdes memang fokus mencari lahan usaha untuk menambah pemasukan bagi kas desa.
Sementara Kopdes fokus digitalisasi produk dan akses pasar terhadap barang-barang di desa. Namun keduanya bisa dalam wadah yang sama yaitu industri UMKM di desa.
“Idealnya Kopdes bagian dari Bumdes. Jadi Kopdes sebagai anak usaha Bumdes. Supaya satu manajemen. Biar pengawasan juga mudah. Jika sendiri-sendiri, saya kuatir tidak berjalan. Karena sumber daya manusia (SDM) di desa yang bisa mengelola secara profesional sangat jarang. Lebih banyak mau ambil uangnya aja,” saran Abraham.
Ketua Badan Sosialisasi MPR RI ini meminta pemerintah agar membuat aturan teknis yang mengatur peleburan Bumdes dan Kopdes. Langkah cepat harus dilakukan sebelum Kopdes Merah Putih berjalan lebih jauh menghabiskan dana desa tetapi hasil tidak efektif bagi masyarakat.