Labuan Bajo, Suaranusantara.co – Pengembangan Labuan Bajo menuju destinasi pariwisata unggulan di Indonesia, tentu tidak hanya di pusatkan pada wisata bahari saja. Namun juga pada spot-spot wisata lainnya yang tentu memiliki potensi serta kekayaan alam yang luar biasa. Salah satunya adalah penyiapan desa wisata Goa Rangko.
Pengembangan desa wisata sebagai destinasi alternatif unggulan saat ini menjadi pilihan utama. Baik bagi pemerintah pusat, provinsi maupun daerah dalam memaksimalkan setiap potensi kekayaan alam, tradisi dan budaya.
Dengan begitu di harapkan bisa memberi dampak berganda (multiplier effect) yang positif bagi pertumbuhan ekonomi yang bisa secara langsung di rasakan manfaatnya oleh masyarakat.
Desa wisata juga di jadikan salah satu opsi utama dalam menggerakkan roda perekonomian masyarakat yang lesu setelah di hantam pandemi Covid-19.
Wisata Manggarai Barat
Salah satu destinasi wisata yang sekiranya patut di kunjungi wisatawan saat pandemi ini berakhir adalah Goa Rangko di Kabupaten Manggarai Barat.
Destinasi wisata Goa Rangko merupakan salah satu destinasi wisata alam yang banyak di kunjungi di masa new normal. Hingga destinasi ini menjadi top list kunjungan wisatawan, selain destinasi bahari seperti Pulau Padar dan pink beach.
Destinasi wisata Goa Rangko menjadi unik karena tak jauh dari bibir pantai. Satu satunya perpaduan spot wisata yang jarang sekali di temukan di berbagai belahan dunia.
Selain itu keindahan dalam mulut goa yang banyak di penuhi oleh endapan batu kapur berbentuk stalagmit dan stalagtit juga menambah keindahan tempat ini.
Namun, yang menjadikan Goa Rangko lebih unik yakni terdapat sebuah kolam air asin sedalam 7 meter dengan air yang jernih dan segar. Yang dapat digunakan untuk berenang atau berendam sambil menikmati udara dalam Goa yang segar dan sejuk.
Puncak pesona keindahan tempat ini terjadi ketika kolam ini mendapatkan pantulan cahaya matahari yang cukup. Pemandangan air kolam berwarna biru terang akan terlihat sangat bersih dan jernih.
Kondisi dalam Goa yang sebelumnya sedikit gelap akan berubah menjadi terang karena dinding – dinding dalam Goa akan memantulkan cahaya sinar matahari yang masuk melalui mulut Goa. Waktu terbaik untuk mendapatkan momen ini pun pada pukul 13.30 hingga 15.00 wita.
Perjalanan menuju Goa Rangko
Penamaan Goa Rangko sendiri di karenakan goa alam ini terletak di Desa Rangko, Kecamatan Boleng, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur. Goa Rangko ini berjarak 45 menit dari Desa Rangko. Menuju tempat ini pengunjung harus menyewa kapal-kapal nelayan yang banyak berlabuh disekitar area dermaga desa Rangko.
“Namanya Goa Rangko karena memang ada di desa Rangko,” kata Ketua Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Desa Rangko, Rasidie
Biaya tarif masuk menuju mulut goa bagi pengunjung lokal sebesar Rp10.000 sementara bagi wisatawan nusantara sebesar Rp20.000 dan wisatawan mancanegara sebesar Rp50.000.
Untuk dapat mencapai ke goa Rangko, dibutuhkan aktifitas trekking selama 20 menit menyusuri pepohonan rindang yang tumbuh sepanjang jalur setapak tanah.
Akses ke Destinasi Wisata
Untuk memasuki bagian dalam goa, telah tersedia tangga atas susunan bebatuan dan sisi kanan tangga dipasang papan sebagai pegangan tangan dan pengaman.
Tidak ada penerangan khusus di dalam goa. Hanya sinar matahari yang menerobos masuk dari mulut goa hingga beberapa sisinya terlihat remang-remang. Di situlah keunikan goa tersebut. Sinar matahari yang masuk tersebut tidak hanya memudahkan pengunjung melihat pijakan dan dasar goa tetapi juga dasar kolam.
Desa Rangko sendiri terletak tidak jauh dari kota Labuan Bajo. Berjarak sekitar 15 Kilometer sebelah Timur kota Labuan Bajo, Desa Rangko dapat diakses baik melalui kendaraan roda dua maupun roda empat dengan infrastrukur jalan yang memadai serta suguhan pemandangan sepanjang perjalanan dengan bukit bukit kecil hijau serta lautan lepas arah timur laut kota Labuan Bajo.
Saat ini Goa Rangko merupakan salah satu destinasi unggulan di desa Wisata Rangko. Selain spot wisata Goa Rangko, Desa wisata Rangko juga dikenal sebagai penghasil Ikan Cara terbaik dari semua desa pesisir di wilayah kabupaten Manggarai Barat.
Ikan cara merupakan ikan asin yang dikeringkan dengan ciri khas berbeda jika dibandingkan dengan ikan cara dari pulau lainnya seperti papagrang dan dawrah di Sulawesi.
Ukuran Ikan Cara Rangko berbentuk sedikit lebih kecil, memiliki bentuk pipih dan berdaging tipis serta kandungan garam yang sangat rendah. Ikan cara ini pun dijual dalam bentuk kering dan juga dikemas menjadi salah satu oleh-oleh khas Labuan Bajo.
Desa Wisata Tematik
Potensi wisata desa Rangko yang unit menjadi hal positif sendiri bagi desa itu. Pasalnya sebelum pandemi COVID-19 kawasan wisata itu selalu di datangi wisatawan.
Pengembangan desa wisata sendiri di ketahui terus di dorong oleh pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Khususnya Badan Pelaksana Otorita Labuan Bajo Flores (BPOLBF).
Dukungan pengembangan sarana dan prasarana pada desa wisata mampu memberikan pengalaman berwisata yang tenang, aman dan nyaman bagi para wisatawan.
BPOLBF sendiri sudah meluncurkan 30 desa wisata tematik di Bali pada Juni 2021 dalam rangka mendukung pariwisata di Labuan Bajo. Desa Rangko salah satu di antara 30 desa wisata tematik itu.
Puluhan desa wisata tematik yang sudah di luncurkan itu terintegrasi dengan Labuan Bajo Flores. Yang meliputi pulau Flores, Lembata, Alor, dan Cagar Biosfer Komodo.
“Travel pattern desa wisata tematik ini menambah variasi produk pariwisata dan ekonomi kreatif. Yang semakin memperkuat kekhasan karakter destinasi Labuan Bajo Flores,” kata Shana Fatina.
Sayangnya situasi pandemi seperti saat ini desa wisata yang ada jarang di kunjungi wisatawan. Akibatnya promosi langsung melalui kunjungan wisatawan tak sulit untuk di capai.
Pengembangan Produk Unggulan
Beberapa waktu lalu di Labuan Bajo secara daring dan offline di lakukan pembahasan. Yakni seputar pengembangan produk-produk unggulan desa wisata agar bisa di promosikan secara digital.
Deputi Bidang Industri dan Investasi Kemenparekraf/Baparekraf, Fadjar Utomo menyampaikan pembangunan ekonomi setelah di landa pandemi mengharuskan setiap pelaku industri wisata untuk bertransformasi sesuai kebutuhan pasar. Salah satunya adalah transformasi digital.
Payung besar ke depan pasca pandemi yaitu menjalankan pembangunan ekonomi secara berkelanjutan. Pandemi segera memaksa kita bertransformasi.
Sustainable tourism dan inklusif kreatif ekonomi menjadi payung besar pembangunan kepariwisataan dan ekonomi kreatif yang di lakukan di NTT.
Untuk itu, pembangunan pariwisata yang berkelanjutan, harus memperhatikan empat pilar utama yakni pengelolaan destinasi wisata berkelanjutan dengan memperhatikan ekosistem pendukung seperti atraksi, ameniti, aksesibiliti.
Selanjutnya, pemanfaatan ekonomi untuk masyarakat lokal, pelestarian budaya bagi masyarakat dan pengunjung serta kelestarian lingkungan. (Sumber: Antara)