Jakarta, Suaranusantara.co – Analis politik sekaligus Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting Pangi Syarwi Chaniago mengemukakan wacana penambahan masa jabatan presiden tidak layak masuk dalam agenda amandemen kelima UUD 1945.
Selain agenda itu tidak penting dan substansial, usulan itu mempertontonkan kebodohan dan ambisi politik kotor yang dulu pernah menyeret bangsa ini ke jurang otoritarianisme.
“Usulan itu bertentangan dengan tujuan reformasi yang menginginkan adanya pembatasan masa jabatan presiden. Khittah perjuangan sistem presidensial purifikasi kita adalah membatasi masa jabatan presiden,” kata Pangi di Jakarta, Selasa, 16 Maret 2021.
Ia tidak melihat ada alasan substantif dan rasional terkait usulan tersebut. Dia menyayangkan situasi yang terjadi sekarang adalah publik digiring masuk dalam perdebatan dan wacana politik ke dalam dukung-mendukung terkait usulan tersebut. Perdebatan layaknya oposisi melawan pemerintah atau perdebatan Pilpres 2019 yang tidak produktif dan minus argumentatif.
“Saya menaruh hormat sama presiden (Jokowi, Red) yang statemen dan komentar serta hak jawabnya tetap konsisten dan tak berubah sampai hari ini. Ini sudah menjadi rekam jejak digital. Jangan sampai seperti peristiwa masa lalu, tawaran datang menjadi capres, awalnya gak tertarik, belum terpikirkan, belum berminat, tiba-tiba real menjadi calon presiden,” ujar Pangi.
Dia mengingatkan jika merujuk pada semua langkah yang telah dilakukan, amandemen UUD 1945 sangat mungkin dan mudah untuk dilakukan. Pertama, parlemen sudah dikuasai, oposisi antara ada dan tiada. Kedua, wacana sudah dipersiapkan untuk menggiring opini publik dengan penguasaan media.
“Presiden 3 periode, MPR tinggal ketok palu. Soal presiden yang menolak, itu bukan variabel utama dan penting. Toh, jika konstitusi sudah dirubah dan dengan ungkapan yang sama peristiwa penguasa sebelumnya “ini atas kehendak rakyat” semua akan berubah, yang awalnya pura-pura malu pada akhirnya juga mau,” tutup Pangi.