Labuan Bajo, suaranusantara.co – Warga ulayat Mbehal melaporkan Mersi Mance ke Polres Manggarai Barat atas tindak pidana pengancaman saat memimpin warga Rareng yang berjumlah kurang lebih 200 orang menemui warga ulayat Mbehal yang sedang bekerja membersihkan kebun di lokasi Lengkong Warang Desa Tanjung Boleng, Kecamatan Boleng, Kabupaten Manggarai Barat, Rabu 18 Juni 2025 lalu.
Laporan Polisi itu dilayangkan oleh Karolus Ngotom, Warga ulayat Mbehal saat memenuhi panggilan penyidik untuk kedua kalinya atas laporan dugaan pengeroyokan dan pengancaman yang dilayangkan oleh Blasius Panda pada 14/6/2025 lalu.
Keterangan Warga kepada awak media ini, pada saat itu warga Mbehal sudah lebih dulu berada di lokasi, beberapa jam kemudian masuklah orang Rareng dalam jumlah yang banyak dan Mersi Mance terlihat memegang tombak.
Warga ulayat Mbehal merasa bahwa tindakan Mersi Mance di lokasi dengan menggunakan tombak (Alat yang sering dipakai untuk berburu dan berperang) merupakan bentuk tindakan pengancaman dengan niat dan terencana.
Karel Ngotom, masyarakat adat Mbehal yang melaporkan Mersi Mance ke Polres Mabar, mengaku tindakannya itu justru setelah mendapat pencerahan hukum dari aparat penyidik, ketika mereka diperiksa kedua kalinya untuk tuduhan pengancaman dan pengeroyokan, yang sama sekali tidak mereka lakukan. Ketika meminta penjelasan dari aparat apa yang dimaksud dengan pengancaman, mereka kemudian memahami. Bahwa sesuai kondisi dan keadaan di lapangan tgl 18 Juni lalu, tindakan intimidasi dan pengancaman justru dilakukan oleh pihak Rareng, dalam hal ini Mersi Mance.
Salah alamat dan diduga penuh rekayasa mafia tanah jika tuduhan itu malah dialamatkan kepada mereka.
Atas tindakan pidana pengancaman yang dilakukan oleh Mersi Mance ia dilaporkan sesuai UU nomor 1 tahun 1946 tentang KUHP sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 335.
Laporan tersebut telah diterima oleh SPKT Polres Manggarai Barat Nomor : LP/Bl141/IX/2025/SPKT/Polres Manggarai Barat/Polda NTT Tanggal 02 September 2025 pukul 13.20 Wita.
Pelapor atas nama Karolus Ngotom menuturkan bahwa saat kejadian ia bersama 9 orang temannya didatangi oleh warga Rareng selaku terlapor
“Saya bersama 9 orang teman lainnya sedang membersihkan lahan kosong yang berlokasi di lengkung Warang Desa Tanjung Boleng Kecamatan Boleng Kabupaten Manggarai Barat kemudian datang terlapor bersama sekitar 200 orang teman lainnya menggunakan dua unit mobil dam truk dan sekitar 30 unit sepeda motor turun di lokasi yang sedang dikerjakan oleh pelapor,” jelas Karel saat ditemui suaranusantara.co di rumah kediamannya yang beralamat di Merot, Minggu (7/9/2025)
Ketika mereka turun dari kendaraan terlapor mengatakan “kami datang mau bagi tanah, kami tidak mau dengar kalian silakan pergi dari sini,” ungkap pelapor meniru ucapan terlapor yang terlihat membawa benda tajam berupa satu buah tombak dan berbagai jenis barang tajam.
Melihat banyaknya jumlah massa dari Rareng yang dibawah oleh Mersi Mance dengan parang di pinggang dan tombak di tangannya, Karel bersama temannya merasa terancam.
“Kami melihat banyaknya jumlah massa dari warga Rareng, saya bersama 9 orang teman merasa tidak nyaman dan terancam karena takut terjadi hal-hal yang tidak diinginkan maka kami datang ke Polres Manggarai Barat guna melaporkan kejadian tersebut,” beber Karel dengan nada tanpa rasa takut.
Sedangkan Aquino Samsun (45) kerap dipanggil Ino yang turut hadir di ruang SPKT saat itu menceriterakan hal-hal yang dianggapnya aneh karena berbeda dengan pengalaman yang dialaminya selama berurusan di SPKT
“Awalnya kami dilayani oleh pihak SPKT kemudian ada oknum polisi memanggil Kanit bertemu kami di ruangan SPKT. Ada banyak hal yang ditanyakan kepada kami. Saya masih ingat dia tanya kami apa dasar kamu melapor ? Kami jelaskan begitu banyak massa dari Rareng dengan membawa tombak dan parang. Pada saat itu pak Kanit seolah-olah tidak menerima kami alasannya tidak kuat bukti Andaikan tombak dan parang itu keluar dari sarungnya itu baru bisa dikategorikan pengancaman. Ia mengatakan bahwa tidak bisa dibuatkan laporan katanya. Karena begitu banyak hal yang kami sampaikan bersama dengan pengacara kami pak Hiro akhirnya laporan kami dia terima,” pungkas Ino saat diwawancarai awak media di rumah milik Karolus Ngotom.
Selain itu Ino, sempat bertanya kepada Reskrim mengapa kasus yang dilaporkan oleh Rareng ini cepat dinaikkan statusnya sementara begitu banyak laporan dari Mbehal ke Polres Manggarai Barat tetapi tidak pernah diproses.
“Saya menjelaskan bahwa di atas tanah yang saat ini disengketakan tidak memiliki dasar apa-apa baik surat kepemilikan maupun sertifikat hak milik sehingga saya katakan kepada penyidik bahwa kasus yang terjadi di Lengkong Warang itu adalah kasus sampah namun polres Manggarai Barat cepat sekali menangani kasus di lengkong Warang yang dilaporkan oleh Rareng. Sementara ada banyak kasus yang kami laporkan ke Polres namun di pending di SPKT karena tidak kuat bukti. Demikian juga sebenarnya yang terjadi di Lengkong Warang, ini yang aneh Menurut kami orang Mbehal,” tutur Ino sembari mengungkapkan kekesalanya dengan pihak Polres Manggarai Barat.
Dengan bergulirnya kasus ini di meja kepolisian Ia menghendaki agar pihak kepolisian dapat menyelesaikan kasus ini dengan baik sehingga tidak terjadi lagi kasus berdarah seperti pada tahun 2017 lalu.
“Sebenarnya kami tidak menginginkan hal yang sama terjadi lagi seperti pada tahun 2017 akan tetapi apabila proses hukum ini berjalan tidak sesuai fakta yang sebenarnya maka bukan tidak mungkin akan terjadi lagi peristiwa berdarah berdarah seperti pada tahun 2017 maka diminta kepada semua pihak terutama aparat penegak hukum untuk memakai hati nurani dalam menangani masalah ini,” tandas Ino
Sebagai warga asli Ulayat Mbehal, Ino mengharapkan agar tidak ada pihak yang intervensi dan kriminalisasi warga selama proses hukum ini berjalan.
“Kami masyarakat adat ulayat behel sangat mengharapkan biarlah proses hukum ini berjalan tetapi jangan mengintervensi dan mengkriminalisasi warga karena yang kami perjuangkan ini adalah untuk menjaga tanah leluhur kami kami meminta Polres maupun pemerintah untuk membuka mata membuka hati, menelusuri kasus ini dengan hati agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan,” bersama,” Pungkasnya.










































































