Labuan Bajo, suaranusantara.co – Masyarakat adat Mbehal, desa Tanjung Boleng kecamatan Boleng menagih janji Wakil Kepala Kepolisian Resort (Waka Polres) Manggarai Barat terkait persoalan warga masyarakat adat yang ditahan secara terpaksa tanpa didukung alat bukti setelah menggelar aksi demonstrasi pada Selasa 4/11/2025, enam hari lalu.
Janji ini disampaikan secara langsung oleh Waka Polres, Martinus Pake saat warga tersebut diminta untuk melakukan konsolidasi di ruang kerjanya pada Selasa usai didemo warga.
Sampai sekarang janji itu belum terlaksana dan warga menduga janji itu hanyalah spekulasi untuk meredam amarah warga.
Warga adat Mbehal masih menunggu janji itu baik LSM Ilmu selaku yang mendampingi warga maupun istri tahanan (Gebi) juga ikut menagih janji itu.
“Ada janji dari Pimpinan Polisi, bahwa pengajuan penangguhan penahanan terhadap masyarkat adat akan dikabulkan. ujar Doni meniru pernyataan Waka Polres sembari mengharapkan jawaban pasti dari janji itu.
Kata Doni Yang terjadi malah kemudian di BAP ulang untuk mencari cari unsur pidana ,yang sudah beberapa kali ditolak oleh jaksa ketika diajukan.
Sampai saat ini masih terngiang dalam ingatan ketua LSM itu janji-janji manis Waka Polres untuk mengabulkan permohonan untuk membebaskan warga Mbehal dari tahanan yang dilontarkannya saat berdialog langsung dengan kedua kelompok masyarakat itu.
Ketua Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Ilmu Doni menuturkan bahwa aksi ini dilakukan karena Polisi menahan warga dampingannya yang dikriminalisasi oleh aparat Kepolisian di Polres Mabar.
“Masyarakat adat Mbehal membawa persoalan warga masyarakat adat yang dikriminalisasi dengan cara menahan salah seorang warga atas nama Gabriel Jahang tidak sesuai dengan fakta yang terjadi di tempat kejadian perkara (TKP) di Lengkong Warang dan sampai sekarang masih mendekam di Ruangan tahanan sampai saat ini,” beber Doni dalam percakapan via telepon dengan suaranusantara.co pada Minggu 9/11/2025 siang.
Pihaknya (Doni) menjelaskan bahwa masyarakat adat ini ditahan oleh Polisi untuk menakut-nakuti warga karena dilatar belakangi adanya agenda pemesanan pihak lain.
“Masyarakat adat Mbehal merasa polisi jalankan agenda pemesan kasus untuk menakut-nakuti, menangkap dan memenjarakan salah seorang warga adat atas nama Gabriel Jahang yang tinggal di Kampung Merot,” tegas Doni
Ia juga menerangkan bahwa Masyarakat Mbehal jadi korban kriminalisasi oleh aparat kepolisian yang mengatasnamakan penegakan hukum.
“Masyarakat adat Mbehal merasa mereka sedang dikriminalisasi Polisi berdasarkan pesanan mafia tanah karena kejanggalan kasus yang mereka hadapi.
Sebelumnya, mereka didekati oleh pemilik modal yang ingin membeli lahan mereka d lengkong warang desa Tanjung Boleng. Mereka menolak,” pungkas Doni mengulang pernyataan yang disampaikannya saat orasi dihadapan sejumlah aparat Kepolisian Selasa lalu.
Meskipun Doni telah mengutarakan banyak hal dihadapan kepolisian terkait peristiwa yang terjadi di Lengkong Warang, namun pihak kepolisian abaikan semua fakta-fakta yang terjadi di TKP dan cendrung membenarkan keterangan dari pihak yang melaporkan ulayat Mbehal.
“Lahan itu memang indah, dataran luas yang masih ada satwa liar, rusa dll, dekat dengan muara sungai, dan menyatu dengan obyek wisata Gua Rangko yang terkenal itu.
Beberapa bulan setelah penolakan itu, masyarakat adat Rareng turun untuk bagikan lahan di Lengkong warang. Di lokasi, mereka bertemu dengan warga adat Mbehal. Beruntung, mereka bertemu karena di lokasi sudah ada TNI, Polisi dan Kesbangpol Mabar. Bentrokan dapat dihindarkan, dan ada kesepakatan untuk selesaikan secara baik-baik oleh TNI,” pungkas Doni
Selain LSM pimpinan Doni itu, Istri dari tahanan (Gebi) Mariana Tatik juga ikut bersuara dalam konsolidasi itu.
“Pak suami saya sebenarnya diancam oleh orang Rareng tetapi mengapa dia yang ditahan. saat dia dipenjara selama 10 tahun saya akui karena dia bersalah. Sedangkan dalam persoalan ini apa salah suami saya,” seru Mariana saat bersaksi tentang kebenaran suaminya di depan Waka Polres Martinus.
Lebih menyedihkan lagi yang diungkapkan oleh Gebi kepada awak media ini saat menemuinya di ruang tahanan setelah diizinkan oleh petugas.
“Saat saya dipenjara selama 10 tahun saya tidak pernah jatuhkan air mata tetapi kenapa dalam kasus ini yang hanya dipenjara satu tahun jika terbukti saya bersalah kok jatuhkan air mata” ungkap tahanan itu dengan nada penuh kesedihan saat merasakan perlakuan hukum yang tidak sesuai dengan fakta yang diakuinya di TKP.
Masyarakat adat Mbehal yang diwakili oleh Doni berharap agar kasus dan pesan-pesan ini bisa membuat Polisi mau berbenah di tengah gencarnya tuntutan publik untuk mereformasi institusi kepolisian.
Dalam rangka mendapatkan keberimbangan informasi, awak media ini telah mengkonfirmasi institusi Polres Manggarai Barat melalui Kepala seksi humas, Hary Suryana pada Sabtu, 19/11/2025 pkl 19.33 Wita.
Konfirmasi itu disampaikan melalui pesan whatsap, isinya terkait dua hal yakni menanyakan upaya Polres untuk membebaskan Gabriel Jahang yang didesak oleh warga termasuk istri tahanan saat demo dan meminta informasi terkait janji Waka Polres saat konsolidasi yang belum direalisasi sampai saat ini.
Jawaban Kasi Humas, Hary tidak sesuai dengan poin yang ditanyakan.
Pihaknya malah meminta wartawan untuk menyebutkan identitas informan yang disebutkan pada poin dua (2).
“Trms, pada point 2 yang om info mohon disampaikan identitasnya,” tulis Hary dalam pesan Whatsap nya.
Kemudian awak media ini kembali menghubunginya untuk meminta nomor handphone Waka Polres hendak menanyakan perihal janjinya untuk membebaskan warga Mbehal yang ditahan itu pada hari Minggu 9/11/2025
Ia (Hary) menjawab “Untuk giat apa,” tulisnya singkat
Kemudian wartawan menjawab untuk mengkonfirmasi soal janji beliau saat konsolidasi dengan masyarakat yang demo itu.
Lalu ia menjawab “Ada anggotanya bro,”
“Beliau lagi berduka, bapaknya meninggal dunia. ite mau tlp?,” sambungnya.
“Waka Polres lagi berduka maka wartawan kembali mengirim pesan bahwa nomor itu dibutuhkan hanya untuk meninggalkan pesan saja.
Lalu Kasi Hary menjawab “Pak ini tidak punya hati sebagai manusia,” tulisnya dengan narasi seolah menghalangi media ini meminta nomor handphone pimpinannya selaku pejabat publik di Manggarai Barat.










































































